Bank Indonesia: Inflasi Balikpapan Terkendali, Penajam Justru Alami Deflasi di Oktober 2025

Kepala Bank Indonesia Perwakilan Balikpapan Robi Ariadi pada acara Diseminasi Ekonomi Regional Tahunan 2024 di Kantor BI Perwakilan Balikpapan, Selasa 3 November 2024.
Kepala Bank Indonesia Perwakilan Balikpapan Robi Ariadi pada acara Diseminasi Ekonomi Regional Tahunan 2024 di Kantor BI Perwakilan Balikpapan, Selasa 3 November 2024.

BALIKPAPAN, inibalikpapan.com — Kota Balikpapan mengalami inflasi sebesar 0,03 persen pada Oktober 2025. Sementara itu, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) justru mencatat deflasi sebesar 0,48 persen pada periode yang sama.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi tahunan (year-on-year/yoy) di Balikpapan mencapai 1,81 persen, lebih rendah dari tingkat inflasi nasional sebesar 2,86 persen. Sementara inflasi tahun kalender (Januari–Oktober 2025) tercatat 1,37 persen.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Balikpapan, Robi Ariadi, menjelaskan inflasi di kota ini terutama disebabkan oleh kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya dengan andil 0,26 persen.

Lima komoditas utama penyumbang inflasi adalah emas perhiasan, air kemasan, semangka, kangkung, dan jeruk. Kenaikan harga emas perhiasan berasal dari tren kenaikan harga emas dunia, sementara air kemasan naik karena biaya distribusi yang meningkat akibat antrean panjang BBM solar.

Harga semangka dan kangkung naik karena pasokan terbatas akibat curah hujan tinggi. Begitu juga jeruk yang harganya meningkat karena stok impor dan produksi lokal berkurang.

Di sisi lain, kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang deflasi dengan andil 0,16 persen. Lima komoditas yang menekan harga di Balikpapan antara lain bawang merah, ikan layang, angkutan udara, kacang panjang, dan baju muslim anak.

Penurunan harga bawang merah berasal dari musim panen di sentra produksi Sulawesi dan Jawa. Harga tiket pesawat turun karena permintaan yang melemah pada periode low season.

Sementara di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), deflasi 0,48 persen terjadi karena penurunan harga bahan pangan. Kelompok makanan, minuman, dan tembakau menyumbang deflasi terbesar, yaitu 0,68 persen. Komoditas yang paling berpengaruh antara lain ikan tongkol, ikan layang, tomat, cabai rawit, dan bawang merah.

Secara tahunan, inflasi di PPU tercatat 2,47 persen (yoy). Angka ini lebih rendah dari inflasi nasional, tetapi sedikit lebih tinggi dari rata-rata empat kota di Kalimantan Timur.

Adapun lima komoditas penyumbang inflasi di PPU meliputi nasi dengan lauk, emas perhiasan, daging ayam ras, sigaret kretek mesin (SKM), dan sigaret kretek tangan (SKT).

Perlu Waspada

Bank Indonesia menilai tekanan inflasi masih perlu semua waspadai, terutama karena datangnya musim hujan di daerah sentra produksi serta meningkatnya permintaan menjelang Natal dan Tahun Baru. Meski begitu, tingkat optimisme masyarakat tetap tinggi.

Hasil survei Bank Indonesia menunjukkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di Balikpapan naik menjadi 119,3 pada Oktober 2025, dari sebelumnya 118,3 pada September. Kenaikan ini menandakan masyarakat masih optimis terhadap kondisi ekonomi.

Selain itu, transaksi digital melalui QRIS juga tumbuh pesat. Pada September 2025, transaksi di Balikpapan meningkat 150,31 persen, sementara di PPU tumbuh 160,34 persen dibanding tahun sebelumnya.

Robi menyampaikan, BI bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) akan terus memantau harga bahan pokok dan memperkuat kerja sama antar daerah. Kegiatan seperti sidak pasar dan gelar pangan murah juga akan rutin mereka lakukan untuk menjaga kestabilan harga menjelang akhir tahun.***

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses