BALIKPAPAN,Inibalikpapan.com — Kota Balikpapan punya obyek wisata baru. Bila di Balikpapan Timur Kota Beriman punya wisata Pantai Manggar Segara Sari, maka di ujung barat, di RT 3 Kelurahan Kariangau, Balikpapan Barat, ada perkampungan yang dikenal dengan Kampung Nelayan Berdasi.
“Bagaimana sampai begitu, ini saya cerita,” kata Rustam, satu dari si Nelayan Berdasi di kampung itu seraya tersenyum lebar.

Tapi hari itu Rustam berpakaian santai, dengan kaus dan celana pendek sedikit di bawah lutut. Di tepi tambak di bawah naungan pohon kelapa, Rustam bertutur. Wilayah di ujung barat Kariangau yang ada di tepi Teluk Balikpapan itu disebut juga Solok Oseng. Namanya kampung di tepi air, maka nelayanlah pekerjaan para lelaki dan kepala keluarga.

“Tahun 2018 silam, sebanyak 15 dari kami ingin lebih dari sekedar jadi nelayan menangkap ikan di laut. Kami ingin mengembangkan potensi alam dan sumber daya manusia yang kami miliki,” kata Rustam (15/10/2021).

Latar lainnya, bencana tumpahan minyak di Teluk Balikpapan tahun 2018 itu menjadikan Solok Oseng sebagai satu kawasan yang terdampak cukup parah. Berhari-hari Rustam dan kawan-kawannya tak bisa melaut karena laut dan alat tangkap mereka tercemar minyak mentah.

Libur sementara itu membuat niat berusaha selain jadi nelayan tangkap mengental. Namun sebagai nelayan, usaha yang dipilih tak jauh-jauh dari ikan dan makhluk air lainnya yang sudah mereka kenal seumur hidupnya.

Setelah berkali-kali rapat dan diskusi, budidaya kepiting soka dipilih sebagai kegiatan usaha. Lalu melihat dari contoh Mangrove Center di Graha Indah, yang bentang alamnya sama dengan Solok Oseng, wisata edukasi mangrove ditambahkan dengan menggunakan perahu melihat bekantan di pohon Bakau.

“Kami pun berhimpun dalam Kelompok Usaha Bersama (KUB) Patra Bahari Mandiri,” lanjut Rustam.

Modal awal berasal dari kompensasi yang diberikan Pertamina atas kejadian tumpahan minyak tersebut, dan ditambah lagi dari program kepedulian sosial perusahaan. Rustam dan kawan-kawannya pun membuat tambak ikan dan kepiting, lalu di sekelilingnya membangun gazebo atau saung dan gubug sebagai tempat memancing, bersantai, dan menikmati hidangan kepiting olahan dari tambak itu.

“Jadi sebenarnya ada restoran, tambak, pemancingan, dan wisata susur pesisir untuk melihat mangrove dan bekantan. Susur pesisir ini kita juga gunakan kapal nelayan disini,” jelas Rustam.

Termasuk fasilitas gazebo utama dan gazebo di tengah lokasi pemancingan bahkan dilengkapi dengan gazebo apung untuk prewedding. Ditambah lampu-lampu untuk mendukung kegiatan malam.

“Kalau gathering atau resepsi pernikahan sudah mulai banyak yang datang mulai bulan Oktober 2020. Pasang surut memang tapi Agustus 2021 kemarin pandemi kan mulai landai alhamdulillah dah banyak yang pakai bahkan bisa untuk malam ” ungkapnya.

Kolam pemancingan dibuat sebagai awal tempat penarik orang datang sementara menunggu hasil tambak bisa dipanen. Di sini para pemancing bisa memancing ikan laut dan air tawar di kolam dengan luasan kurang lebih 1.300 meter persegi dilengkapi beberapa Gazebo.

Setelah kepiting mulai bisa dipanen, pemasaran hasil budidaya kelompok ini pun kian berkembang. Sejak 2019 lalu, dengan kualitas dan ukuran kepiting yang dihasilkan, Rustam dan kawan-kawannya bisa memberi harga kepiting soka hingga Rp100-120 ribu per kg dari kualitas sebelumnya yang dihargai Rp25-45 ribu per kg.

Suasana lingkungan tambak pun makin nyaman dengan keteduhan pohon-pohon. Orang yang datang untuk makan dan bersantai, jadi tergerak juga untuk mengabadikan momen dan diposting di media sosial masing-masing.

“Maka orang yang tahu tempat ini pun jadi tambah banyak. Ramai ke sini untuk gathering, foto selfie, foto prewedding, bahkan hingga pernikahan dan wedding-nya. Tak hanya dari Balikpapan, tapi juga dari Samarinda, dan lain-lain,” kata Rustam.


CV NELAYAN BERDASI

Dengan kemajuan saat ini, Rustam masih mengenang dan mengingat-ingat sejarah orang dan Kampung Solok Oseng.

“Para orangtua kami mulai tinggal di sini sejak 1977,” tuturnya. Solok Oseng sebenarnya dekat dengan pusat pemukiman dan industri—dan juga masalah sosial—Balikpapan, Kampung Baru. Dari Kampung Baru Ujung, kampung terpadat di Balikpapan, terlihat kilau atap seng rumah-rumah di Solok Oseng.

Kampung ini persis berada di sisi barat muara Sungai Somber. Namun wilayah delta mangrove yang luas membuat kampung ini tidak mudah dicapai sampai warga membangun dermaga sepanjang 300 m dari pemukiman menjorok ke muara Sungai Somber dan memintasi padang bakau.

Setelah Balikpapan Utara berkembang dan ada Jalan Projakal, ke Solok Oseng juga bisa lewat jalan memutar itu, dengan mengikuti naik turun jalan menuju Pelabuhan Feri Kariangau sejauh tak kurang dari 15 km, sebelum menyimpang sedikit ke selatan dan tiba dari bukit-bukit di Solok Oseng yang tersembunyi.


Orang Salok Oseng adalah nelayan, mereka menangkap ikan dan kepiting yang dijual kepada para tengkulak atau juragan pengepul. Kata Rustam, pendapatannya cukup untuk bertahan hidup, namun tidak banyak lebihnya untuk anak yang ingin sekolah tinggi atau kuliah atau yang ingin mendapatkan pendidikan yang lebih. Situasi itu kurang memberikan dampak bagi perubahan kesejahteraan nelayan. Dan keadaan itu berlangsung berpuluh tahun hingga dianggap sebagai takdir dan kewajaran bagi mereka.

“Namun imbas kebocoran minyak pada April 2018 lalu membuat kami sadar bahwa kami tidak bisa dengan hanya menjadi nelayan,” kata Rustam.

Karena menjadi korban, mereka mendapat santunan dan bantuan. Selain uang dan barang, para nelayan Salok Oseng juga mendapat pendampingan dari ahli yang bersesuaian dengan kebutuhan dan tujuan yang sudah disepakati bersama.

Dengan ikhtiar bersama, ketekunan, dan kegigihan, dilengkapi pembinaan dan pendampingan, Rustam dan kawan-kawannya berjuang mengubah nasibnya.
Setelah dimulai dengan kolam pemancingan, berikutnya adalah peningkatan kualitas produk. Kepiting soka budidaya Solok Oseng pun ditangani serius.

Rustam menjelaskan beberapa metode dan tahapan dari budidaya itu. Pertama, bibit kepiting masih mengambil dari alam, atau merupakan hasil tangkapan dari nelayan. Kepiting itu kemudian dimasukkan ke dalam keramba yang sudah disiapkan dan dipelihara hingga 20 hari ke depan.

“Setelah 10 hari di dalam keramba, kepiting-kepiting itu kami pilih untuk dimasukkan keramba khusus, hanya diisi 5-10 ekor kepiting per keramba.”

Empat hari kemudian, kepiting dari keramba khusus itu dipindahkan lagi ke keramba atau kotak yang disebut carebox. Di sini, kepiting dipuasakan dan tidak diberi pakan selama 4 hari berturut-turut. Kepiting pun mulai proses berganti cangkang, melepas cangkang lama dan menumbuhkan cangkang baru. Saat cangkang baru belum mengeras itulah kepiting dipanen.

Dengan berjaringan, Rustam dan teman-temannya tahu kepiting seperti apa yang dimaui konsumen dan pelanggan. Satu kg kepiting soka dipaskan berisi 7-9 kepiting.

“Lebih dari 9 kepitingnya kekecilan, kurang dari 7 kepitingnya kebesaran,” kata Rustam.

Lebih jauh, dalam hal bibit kepiting, para nelayan mulai mengurangi ketergantungan pada hasil tangkapan di alam. Solok Oseng pun mulai mengembangkan pemijahan bibit kepiting soka.

“Apalagi kini ada empat anggota kelompok nelayan Patra Bahari Mandiri telah mendapatkan pelatihan pemijahan bibit kepiting soka di Bali pada Desember 2020 lalu,” ungkap Rustam.

Pengetahuan tentang pasar dan distribusinya, membuat para nelayan berusaha mencapai pasar langsung tanpa perantara agar bisa mendapatkan harga lebih baik.

Maka hasil tangkapan yang dulu dijual kepada pengepul, kini dicarikan jalan lain. Pertama hasil produksi dijual di restoran sendiri di kolam pemancingan, lalu perlahan mulai mendapatkan permintaan pasokan dari hotel dan restoran di Balikpapan. Karena hotel dan restoran memiliki standar tertentu, para nelayan Solok Oseng belajar hal-hal baru lagi, terutama hal penanganan kepiting, packing, hingga pembekuan.

“Kami jadi belajar soal merk dan hak paten, dan akhirnya karena kebutuhan itu, jadi ada kebutuhan mendirikan perusahaan. Kelompok usaha saja ternyata tidak cukup,” beber Rustam.

Di Oktober 2020 lalu, usaha kelompok Nelayan Patra Bahari Mandiri resmi berbadan hukum. Mereka mendirikan CV Nelayan Berdasi. Kata Rustam, pendirian CV ini bagian dari tuntutan zaman untuk mengelola usaha dan aset lebih profesional dan lebih menyejahterakan lagi bagi anggota kelompok Nelayan Patra Bahari.

“Nelayan Berdasi itu sebenarnya nama untuk memberi semangat atau motivasi, agar pola pikir nelayan itu berubah, Percaya diri, yakin bisa asal berusaha dan tak kenal lelah bekerja, dan percaya akan masa depan yang lebih baik lagi, kata Rustam.
Maka, dengan punya perusahaan berbadan hukum, paten atas merk dan hasil produksi kepiting dalam bentuk beku yang didaftarkan pada akhir 2019 lalu pun semakin kuat.

Kasus covid kini makin melandai, hal ini juga berdampak positif bagi tempat usahanya.

“Alhamdulilah sudah banyak reservasi.
Karena kami tujuanya untuk mengedukasi teman teman nelayan kalau kita biasa sama dengan profesi yang biasa sukses apa pun itu bidang yang kita tekunin dengan pola pikir yang lebih maju, ” katanya.

Sebagai pendamping nelayan Solok Oseng, Senior SV HSSE Pertamina, Catur Bayu mengatakan, pihaknya melihat ada kemauan kuat dari masyarakat setempat untuk berjuang, dan lokasi yang cukup strategis untuk dikembangkan sebagai wadah pembudidayaan kepiting dan lokasi wisata edukasi.
“Kami akan terus memberikan pendampingan dan pembinaan kepada Nelayan Berdasi agar makin professional dan mumpuni,” kata Bayu belum lama ini.

Kepada tamu-tamunya di saung di tepi kolam pemancingan, Rustam berkata, bahwa semua yang yang dikelola masyarakat nelayan Solok Oseng merupakan hasil yang ada di alam.
“Karena itu alam akan bersahabat dengan manusia dan memberikan manfaat yang jauh lebih besar jika masyarakat bersahabat dan menjaga kelestariannya,” tutupnya. ***

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version