DPR Desak Peningkatan Kualitas Layanan Haji di Armuzna: “Tidak Cukup Lagi Grade-D”

Makkah, Inibalikpapan.com — Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI menyoroti tajam rendahnya kualitas layanan jemaah haji Indonesia, terutama pada fase puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna), yang hingga kini masih masuk kategori Grade-D.
DPR menilai kondisi ini tidak lagi layak, dan menuntut peningkatan layanan minimal ke Grade-C atau Grade-B.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Abdul Wachid, menegaskan bahwa pelayanan di Armuzna harus ditingkatkan secara menyeluruh, mulai dari tenda, akomodasi, hingga konsumsi.
“Saya melihat langsung di Arafah, ada penyedia layanan yang hanya mendapat anggaran Grade-D, tapi bisa menyuguhkan pelayanan standar Grade-C, bahkan Grade-B. Artinya, peningkatan layanan itu bukan mustahil—asal ada niat dan pengawasan yang kuat,” ujar Wachid, yang juga menjabat sebagai Ketua Panja Revisi UU Haji, dikutip dari laman DPR.
Pelayanan Buruk Tidak Boleh Lagi Dianggap Normal
Abdul Wachid menegaskan bahwa keluhan jemaah terkait layanan tidak layak di Armuzna harus dihentikan. Ia menyebutkan bahwa fakta di lapangan menunjukkan ketimpangan antara anggaran dan realisasi layanan. Banyak pemondokan dan fasilitas yang disediakan tidak mencerminkan nilai anggaran yang telah dikeluarkan.
“Kita tidak ingin lagi mendengar cerita jemaah kelelahan karena tenda pengap, makanan tidak layak, atau sanitasi buruk. Jika ini terus dibiarkan, maka ibadah suci menjadi momen penuh penderitaan,” tegasnya.
BACA JUGA :
Efisiensi Tanpa Kenaikan Biaya
Menanggapi kekhawatiran soal biaya, Wachid menyatakan bahwa peningkatan kualitas layanan tidak harus dibarengi dengan kenaikan biaya haji. Justru DPR mendorong efisiensi melalui strategi kontrak jangka panjang untuk pemondokan di kawasan khusus Indonesia.
“Kami ingin ada satu blok kawasan Indonesia yang dikontrak selama lima tahun. Ini akan lebih murah dan efisien. Selisih anggaran bisa dialihkan untuk peningkatan layanan di Armuzna,” jelasnya.
Dorongan Revisi UU Haji
DPR RI melalui Komisi VIII juga tengah mempercepat pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Salah satu fokus revisi adalah perbaikan tata kelola dan peningkatan akuntabilitas layanan, termasuk sistem pengawasan yang lebih ketat terhadap penyedia layanan di Arab Saudi.
“UU Haji harus menjawab tantangan zaman. Kita tidak bisa terus bertumpu pada sistem yang membiarkan jemaah menerima layanan di bawah standar,” tandas Wachid.
Timwas DPR RI menegaskan bahwa ibadah haji adalah hak seluruh umat Muslim Indonesia, dan negara wajib menjamin pelaksanaannya berlangsung dengan aman, nyaman, dan bermartabat. DPR juga menyerukan agar Kementerian Agama dan seluruh mitra penyelenggara haji lebih transparan dan profesional dalam penggunaan anggaran.
BACA JUGA