Pemerintah dan DPR Segera Revisi Dua UU Haji, Respons Aturan Ketat Arab Saudi

MAKKAH, Inibalikpapan.com – Pemerintah bersama DPR tengah mempersiapkan revisi dua undang-undang strategis terkait haji, yakni UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah serta UU Pengelolaan Keuangan Haji.
Langkah ini dinilai krusial demi menciptakan ekosistem haji Indonesia yang adaptif terhadap dinamika kebijakan Pemerintah Arab Saudi.
Hal ini ditegaskan Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI sekaligus Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abidin Fikri, saat melakukan pengawasan langsung terhadap penyelenggaraan haji di Makkah, Arab Saudi, Sabtu (7/6/2025).
“Dua undang-undang ini akan diubah secara sinergis. Revisi perlu dilakukan agar lebih sesuai dengan kebijakan baru Arab Saudi, termasuk pelarangan visa non-haji ke kota suci,” tegas Abidin, dikutip dari laman DPR.
Visa Non-Haji Dilarang, Jamaah Terancam Dideportasi
Abidin menyoroti kebijakan ketat Arab Saudi tahun ini yang melarang masuknya jamaah non-haji ke Tanah Suci, terutama yang menggunakan visa tidak sesuai. Kebijakan tersebut telah menyebabkan banyak kasus deportasi dan penahanan jamaah, termasuk dari Indonesia.
Menurutnya, ini menjadi peringatan serius bahwa sistem haji nasional harus segera disesuaikan dari sisi regulasi agar lebih responsif dan terstruktur.
“Regulasi yang kita miliki saat ini belum cukup fleksibel untuk merespons dinamika Saudi. Revisi dua UU ini jadi kebutuhan mendesak agar tidak ada lagi korban akibat regulasi yang tertinggal,” jelasnya.
Sorotan ke Pengelolaan Dana Haji: Harus Syar’i dan Produktif
Abidin juga menyoroti kinerja Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), yang menurutnya perlu melakukan reformasi menyeluruh. Ia mendesak BPKH agar lebih agresif dalam mengembangkan investasi syariah yang dapat mendukung ekosistem haji, seperti sektor perhotelan, transportasi, dan konsumsi.
BACA JUGA :
“Investasi dana haji harus langsung menyentuh ekosistem pelayanan jemaah. Jangan sampai dana triliunan rupiah hanya parkir tanpa manfaat signifikan bagi jamaah,” kata Abidin.
Prinsip Syar’i Jadi Landasan Utama
Abidin menegaskan bahwa seluruh pengelolaan dana haji harus berlandaskan prinsip syariat Islam, bebas dari unsur riba dan praktik tidak halal. Bagi dia, ini bukan semata soal efisiensi keuangan, tetapi juga menyangkut amanah dan keberkahan ibadah yang dijalankan oleh jutaan umat Islam Indonesia.
“Ini bukan sekadar soal untung rugi, tapi soal tanggung jawab moral dan spiritual. Setiap rupiah dari dana jemaah harus memberi nilai manfaat dan keberkahan,” tegas politisi dari Fraksi PDI Perjuangan itu.
Menuju Tata Kelola Haji yang Lebih Modern dan Berkelanjutan
Langkah revisi dua UU tersebut menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah dan DPR mulai menyadari pentingnya tata kelola haji yang lebih modern, akuntabel, dan berorientasi pada jemaah.
Dengan penyempurnaan regulasi dan penguatan kelembagaan, Indonesia diharapkan bisa lebih siap menghadapi tantangan baru dalam penyelenggaraan ibadah haji di masa depan.
BACA JUGA