Pemkot Balikpapan Genjot Ketahanan Pangan Lewat Optimalisasi Lahan Tidur

BALIKPAPAN,Inibalikpapan.com –Dalam menyongsong musim kemarau tahun 2025, Pemerintah Kota Balikpapan terus mematangkan berbagai langkah strategis guna memperkuat ketahanan dan kemandirian pangan, khususnya dalam hal produksi beras lokal.
Langkah ini diambil sebagai bentuk antisipasi terhadap potensi krisis pangan akibat perubahan iklim dan ketergantungan pasokan dari luar daerah.
Kepala Bidang Pertanian Tanaman Pangan Dinas Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DP3) Kota Balikpapan, Darmawati, mengungkapkan bahwa ketahanan pangan Balikpapan saat ini masih berada pada level kemandirian terbatas. Artinya, sebagian besar kebutuhan pangan masyarakat masih sangat bergantung pada distribusi dari daerah lain di Kalimantan maupun luar pulau.
“Untuk beras, kita memang belum mandiri. Lahan sawah aktif hanya sekitar 30 hektare, ini tentu sangat terbatas jika ingin swasembada,” ujarnya saat ditemui di kantornya.
Dalam upaya mengurangi ketergantungan tersebut, Pemkot Balikpapan berfokus pada optimalisasi lahan sawah lama yang selama ini tidak dimanfaatkan secara maksimal. Tercatat terdapat sekitar 130 hektare lahan sawah non-aktif yang menjadi target untuk kembali diaktifkan. Program ini dirancang secara bertahap melalui kerja sama antara pemerintah pusat, Pemprov Kalimantan Timur, Pemkot Balikpapan, dan juga melibatkan unsur TNI.
“Kolaborasi dengan TNI sangat membantu, mulai dari pembukaan lahan, penyediaan tenaga kerja, hingga distribusi sarana produksi pertanian. Ini krusial agar lahan bisa langsung diolah oleh petani,” jelas Darmawati.
Peran TNI, khususnya dalam program Ketahanan Pangan Nasional, dinilai sangat strategis. Tak hanya membantu dari sisi teknis, keterlibatan militer juga mempercepat proses lapangan yang selama ini kerap menghadapi kendala klasik seperti keterbatasan SDM dan akses infrastruktur.
Selain mengaktifkan kembali lahan sawah tidur, Pemkot juga menyasar pemanfaatan lahan-lahan perkebunan tak produktif, seperti kebun kelapa sawit dan karet, untuk dikonversi menjadi area tanam padi gogo—jenis padi yang tidak membutuhkan pengairan intensif seperti padi sawah.
“Lahan sawit kita sekitar 70 hektare, dan produktivitasnya tidak terlalu tinggi. Sebagian bisa dialihfungsikan untuk padi gogo agar produksi beras lokal bisa meningkat,” kata Darmawati.
Padi Gogo Jadi Solusi Alternatif
Padi gogo menjadi solusi alternatif yang ideal di tengah kondisi keterbatasan lahan basah dan kebutuhan mendesak akan peningkatan produksi lokal. Jenis padi ini dapat ditanam di lahan kering dan lebih adaptif terhadap iklim yang kian tidak menentu.
Namun, Darmawati menekankan bahwa semua langkah ini tetap akan mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Balikpapan. Hal ini penting agar proses optimalisasi tidak bertabrakan dengan aturan tata guna lahan serta tetap memperhatikan keberlanjutan lingkungan.
“Fokus kita bukan mencetak sawah baru, melainkan mengoptimalkan lahan tidur yang dulunya sawah. Intinya, kita ingin mandiri secara bertahap,” tegasnya.
Pemkot berharap bahwa dengan program ini, meskipun tidak sepenuhnya mencapai swasembada dalam waktu singkat, setidaknya Balikpapan dapat memperkuat posisi dalam hal ketahanan pangan lokal, mengurangi risiko krisis pangan saat distribusi luar terganggu, serta membuka lebih banyak peluang ekonomi bagi masyarakat tani di wilayah pinggiran.***
Editor : Ramadani
BACA JUGA