Top Header Ad
Top Header Ad

Realisasi APBD Balikpapan 2024 Capai Rp3,94 Triliun, SILPA Masih Tembus Rp614 Miliar

Kepala BPKAD Balikpapan Agus Budi

BALIKPAPAN,Inibalikpapan.com  – Pemerintah Kota Balikpapan mencatat realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2024 mencapai Rp3,94 triliun atau sekitar 86,72 persen dari total anggaran. 

Meski sebagian besar program telah berjalan sesuai rencana, Pemerintah Kota tetap menghadapi fenomena Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) yang tergolong besar, yakni mencapai Rp614,74 miliar.

Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Balikpapan, Agus Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa angka SILPA tersebut terutama berasal dari lima Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan pagu anggaran tinggi dan tingkat serapan anggaran yang relatif rendah.

Menurut Agus, Dinas Kesehatan mencatat serapan anggaran paling rendah, yakni hanya 72 persen, menjadikannya penyumbang SILPA terbesar. Hal ini terutama disebabkan oleh keterlambatan progres pembangunan rumah sakit di wilayah barat kota, serta tidak terserapnya tunjangan kinerja ASN karena faktor administratif seperti pegawai cuti, sakit, atau sedang dinas luar.

“Beberapa program tidak berjalan penuh. Di Dinkes contohnya, pembangunan rumah sakit belum mencapai target fisik, dan tunjangan kinerja banyak tidak terbayarkan karena pegawai yang tidak aktif secara administrasi,” jelas Agus, Senin (7/7/2025).

Dinas Pendidikan dan PU Ikut Menyumbang

Di posisi kedua, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan mencatat serapan anggaran sebesar 87,26 persen. SILPA yang muncul disebabkan oleh belum terbayarkannya Dana BOS dan tunjangan sertifikasi guru secara penuh. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti guru yang telah pensiun, mutasi, atau belum memenuhi persyaratan sertifikasi.

Sementara itu, Dinas Pekerjaan Umum (DPU) mencatat serapan cukup tinggi, yakni 93,23 persen, namun karena pagu anggarannya besar, tetap menyisakan nominal SILPA yang signifikan. Sisa anggaran utamanya berasal dari program pengelolaan sumber daya air, sistem drainase, dan penataan gedung.

“Dalam banyak kasus, pekerjaan fisik selesai, tapi harga penawaran dari kontraktor lebih rendah dari pagu, sehingga menyisakan dana. Ada juga tender yang terlambat atau gagal lelang,” jelasnya.

Posisi keempat dan kelima penyumbang SILPA terbesar berasal dari Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD, yang masing-masing mencatat serapan anggaran 82,91 persen dan 82,61 persen. Agus menjelaskan bahwa efisiensi pada belanja operasional serta tidak terpakainya sebagian tunjangan ASN menjadi penyebab utamanya.

“Belanja operasional memang efisien dan tidak semua tunjangan digunakan penuh karena faktor personalia,” ucapnya.

Dari Kurang Salur Hingga Hasil Tender

Agus mengungkapkan, penyumbang SILPA terbesar justru berasal dari dana kurang salur tahun anggaran 2022–2023 yang baru ditransfer ke daerah pada 31 Desember 2024. Dana sebesar Rp400 miliar, atau sekitar 65 persen dari total SILPA, dititipkan dalam bentuk Titipan Dana Pemerintah (TDF) di Bank Indonesia.

“Sementara itu, hasil penghematan tender juga menyumbang Rp57,7 miliar atau sekitar 9,4 persen dari total SILPA,” tambahnya.

Sumber lainnya berasal dari proyek-proyek yang belum selesai dan pembayarannya diundur ke tahun anggaran berikutnya, seperti pembangunan Rumah Sakit Sayang Ibu. Meski tidak dibatalkan, pembayarannya disesuaikan dengan progres fisik di 2025.

“Jadi SILPA ini bukan sepenuhnya karena kegagalan program, tapi lebih ke pergeseran waktu pembayaran atau efisiensi pelaksanaan,” ungkap Agus.

Agus menekankan bahwa SILPA tidak serta-merta bisa langsung digunakan. Dana tersebut harus dirancang kembali dalam dokumen APBD Perubahan, dibahas, dan disetujui bersama dengan DPRD. Selain itu, dana-dana tertentu seperti Dana BOS dan dana BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) harus dikembalikan ke peruntukannya masing-masing.

“Penggunaannya harus sesuai aturan. Tidak semua SILPA bisa digeser sembarangan. Harus disesuaikan prioritas dan diformulasikan ulang dalam APBD,” tegasnya.

SILPA Jadi Penyelamat Defisit APBD 2025

Di tengah tantangan pembiayaan di tahun anggaran 2025, SILPA justru menjadi “penyelamat”. Agus menjelaskan bahwa Pemkot Balikpapan menghadapi potensi defisit sekitar Rp378 miliar dalam struktur APBD 2025. Namun dengan keberadaan SILPA yang cukup besar, defisit tersebut dapat ditutup tanpa harus mencari sumber pembiayaan baru.

“Jadi secara umum, keberadaan SILPA memberikan ruang fiskal yang sehat bagi daerah. Ini bisa menjadi modal awal untuk menutup defisit dan melanjutkan program strategis kota,” pungkasnya.***

Editor : Ramadani

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses