BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kanudjoso Djatiwibowo tak layani rawat inap bagi pasien BPJS Kesehatan. Pasalnya, masa akreditasi RSUD milik Pemerintah Provinsi Kaltim tersebut, telah berakhir pada 4 April 2019.

Sementara berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99 Tahun 2015 pasal 7 menyebutkan syarat yang harus dipenuhi Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan seperti rumah sakit salah satunya adalah sertifikat akreditasi.

Kepala Cabang BPJS Kesehatan Balikpapan, Endang Diarty mengatakan, akreditasi rumah sakit menjadi salah satu syarat wajib untuk memastikan peserta BPJS yakni JKN – KIS memeroleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar yang ditetapkan.

]

“Sekaligus syarat juga untuk bekerja sama dengan BPJS Kesehatan,” ujarnya.

Meski begitu lanjutnya, peserta BPJS tetap  bisa mendapatkan pelayanan Unit gawat darurat (UGD) di rumah sakit Kanudjoso Djatiwibowo. Hanya saja, setelah ditangani di UGD pasien peserta BPJS tersebut, akan dirujuk ke rumah sakit lain untuk rawat inap.

“Jadi diperkenankan tetap melayani kegawatdaruratan dan pelayanan yang tidak dapat ditunda atau dialihkan ke rumah sakit lain,” ujarnya.

Saat ini BPJS Kesehatan lanjutnya, sedang berkoordinasi dengan rumah sakit Kanudjoso Djaiwibowo untuk proses pengajuan adendum perjanjian kerja sama tentang ruang lingkup pelayanan peserta BPJS atau JKN-KIS terhitung mulai 11 Mei 2019.

“Itu mengacu pada arahan Kementerian Kesehatan yang merekomendasikan rumah sakit terdaftar dan telah mendapatkan jadwal pelaksanaan survey,” ujarnya.

“Jadi diperkenankan tetap melayani kegawatdaruratan dan pelayanan yang tidak dapat ditunda atau dialihkan ke rumah sakit lain.”

Sementara Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai, persoalan tersebut, muncul karena Kementerian Kesehatan tidak mengatisipasi persoalan akreditasi bagi rumah sakit  yang sudah memiliki akreditasi tapi sudah jatuh tempo.

“Terkait Permenkes No. 99 tahun 2015 yaitu tentang syarat adanya akreditasi untuk kerjasama dengan BPJS Kesehatan. Pada awal Januari lalu masalah akrditasi juga menjadi gaduh karena banyak rumah sakit  yang belum memiliki akreditasi,” ujarnya

“Pada saat ini persoalan RS yang akreditasinya sudah jatuh mencuat dan BPJS Kesehatan karena patuh pada aturan maka segera memutus kerja sama rumah sakit. Baru lah Menteri Kesehatan angkat suara setelah gaduh dan mengeluarkan surat tersebut,”

Karena itu dia menilai Menteri Kesehatan tidak bijak, meskipun semangatnya menjalankan regulasi. Namun harusnya, Menteri Kesehatan harus melihat kondisi riil di masyarakat yang merupakan peserta BPJS Kesehatan yang membutuhkan pelayan kesehatan.

“Masalah akreditasi akan membuat jumlah rumah sakit yang kerjasama akan semakin berkurang. Ini harus dicarikan solusinya. Saya berharap Bu Menkes tetap membuka kerjasama rumah sakit dengan BPJS Kesehatan secara penuh ,” ujarnya.

Seperti diketahui bahwa utilitas peserta JKN untuk rawat jalan di RS terus meningkat. Di tahun 2014 sebesar 19,94%; tahun 2015 : 26,11%; 2016 : 29,24%; 2017 : 34,52%; dan 2018 sebesar 35,82%

Sementara itu utilitas Rawat Inap Peserta JKN di RS juga meningkat. Di tahun 2014 sebesar 3,85%; tahun 2015 : 4,15%; 2016 : 4,45%; 2017 : 4,68%; dan 2018 sebesar 5,09%.

“Dengan fakta tersebut maka dipastikan jumlah rumah sakit yang ada saat ini akan sangat kurang dengan adanya kenaikan peserta JKN, yang di akhir tahun 2019 ini ditargetkan sebesar 254.670.870 orang,” ujarnya.

Bagikan Ini:

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version