BONTANG, Inibalikpapan.com – Tak ada penyesalan sedikit pun bagi Anggi Valentino Goenadi ketika melepas jabatan yang cukup bergengsi di sebuah perusahaan swasta. Pria berusia 30 tahun ini memilih focus ikut mengelola sekolah luar biasa (SLB) di Kota Bontang.
Anggi awalnya tercatat sebagai Legal & Public Relations PT Black Bear Resources Indonesia di Kota Bontang. Namun kemudian dia meninggalkannya, untuk mengelola SLB Permata Bunda yang didirikan dan sebelumnya dikelola mertuaya.
Namun setelah mertuanya meinggal, praktis hanya sang istri, Siti Marlina, yang mengelolah SLB tersebut. Karenanya kemudian dia memutuskan meninggalkan pekerjaannya dan ikut bergabung mengelola SLB.
Setelah ikut megelola SLB, rupanya Anggi justru terpanggil untuk berbagi bersama-sama anak-anak berkebutuhan khusus. Meski dia menyadari mengelola SLB tidaklah mudah butuh biaya,karea tidak menguntung secara bisnis.
Apalagi dari puluhan murid yang diasuh, hanya beberapa yang rutin membayar iuran sekolah. Sementara bantuan dari pemerintah sangat kecil dan tidak mengcukupi. Belum lagi harus menggaji sejumlah guru.
“Bantuan dari pemerintah untuk SLB sangat kecil. Jadi secara hitungan bisnis enggak masuk akal,” kata Anggi.
Namun tekadnya rupanya sangat besar, meskipun dia terpaksa harus bekerja
serabutan Mulai jualan wallpaper, membuka cucian mobil maupun sablon agar bisa menutupi biaya operasional sekolah yag cukup besar.
Belum juga dia harus memikirkan, anak asuhnya yang kesulitan mendapatkan pekerjaan setelah lulus sekolah, Karenanya pada 2013, dia mendirikan Inkubator Bisnis Permata Bunda untuk anak asuhnya yang lulus agar bisa bekerja.
“Ini merupakan program jangka panjang yang berkesinambungan. Tujuannya mengantarkan anak anak berkebutuhan khusus memiliki usaha sendiri, sehingga tidak bergantung dengan orang lain,” ujarnya.
Rupanya usaha itu berkembang dan saat ini sudah ada lima cabang usaha, yaitu bidang interior desain dan penyediaan wallpaper. Hasilnya pun terbilag lumayan. Tak hanya menghasilkan keuntungan, Inkubator Bisnis juga menelurkan usahawan dari para anak-anak ini.
“Sudah ada tiga anak yang berhasil meluncurkan usahanya. Satu di bidang merchandise, fotografi dan bengkel,” ujarya.
Nama unit usahanya Pola. Kemudian sekolah komunikasi publik bernama Bota, jasa pencucian kendaraan sekaligus bengkel dengan nama usaha Zing. Ada juga produksi digital printing dan advertising Jaici, dan penjualan merchandise serta pakaian dengan nama Om Adut. Salah satu produk yang dihasilkan juga digunakan perusahaan di Kalimantan Timur yaitu Pupuk Kaltim.
Saat ini, dari 42 anak bekebutuhan khusus, sebanyak 37 diantara melanjutkan pelatihan serta pemagangan program inkubator bisnis. Meski statusnya masih tenaga magang, mereka juga mendapatkan upah. Mulai dari Rp750 ribu sampai Rp1,9 juta.
“Penghasilannya lebih besar dari pengajar di sini,” kata Anggi, tersenyum. Tahun lalu, penghasilan kotor dari seluruh lini usaha Inkubator Bisnis mencapai Rp700 juta.
Inkubator Bisnis juga sudah mampu memberikan ‘CSR’ pada lingkungan sekitar dengan cara mempercantik kawasan melalui mural. Tahun lalu, usaha yang dimotori para difabel ini meraih penghargaan Indonesian Sustainable Development Goals Awards (ISDA) untuk kategori Platinum dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
vv