21 Kasus Kematian di Balikpapan, DKK Gencarkan Penanggulangan TBC
BALIKPAPAN,Inibalikpapan.com – Kasus penyakit tuberkulosis (TBC) di Kota Balikpapan menunjukkan angka yang mengkhawatirkan. Hingga April 2025, tercatat sebanyak 833 kasus TBC dengan 21 kematian. Data ini dirilis oleh Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan dan langsung menjadi perhatian utama dalam agenda kesehatan kota.
Penyakit TBC, yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis, dikenal memiliki tingkat penularan tinggi. Terutama dari pasien aktif kepada individu lain di sekitarnya. Penularannya bisa terjadi melalui percikan dahak saat batuk atau bersin. Sehingga sangat mudah menyebar dalam lingkungan padat atau rumah tangga yang tidak sehat.
Kepala DKK Balikpapan, Alwiati, mengungkapkan bahwa penanggulangan TBC kini menjadi prioritas penting bagi pihaknya. Langkah-langkah pencegahan, pengendalian, hingga pengobatan akan terus diperkuat secara menyeluruh.
“Catatan kasus penyakit yang saat ini menjadi prioritas kami adalah fokus pada pencegahan penyakit menular TBC, dengan memutus rantai penularannya,” ujar Alwiati saat ditemui di kantornya, Senin (2/6/2025).
Edukasi dan Deteksi Dini Jadi Fokus
DKK Balikpapan telah mengadopsi pendekatan komprehensif dalam menangani penyakit ini. Strategi yang dijalankan meliputi penguatan surveilans, peningkatan kapasitas deteksi dini melalui pemeriksaan dahak dan rontgen paru, serta penyuluhan kesehatan kepada masyarakat.
Salah satu faktor utama yang mendorong tingginya kasus adalah rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pola hidup sehat dan pentingnya menyelesaikan pengobatan TBC hingga tuntas.
“Pola hidup masyarakat, termasuk kebiasaan merokok dan lingkungan rumah yang kurang sehat, menjadi pemicu utama. Selain itu, pasien aktif yang tidak tuntas berobat juga memperbesar risiko penularan,” jelas Alwiati.
Ia mencontohkan, banyak pasien TBC berhenti minum obat setelah merasa membaik, padahal proses penyembuhan membutuhkan disiplin pengobatan minimal selama enam hingga sembilan bulan. Ketika pengobatan dihentikan sebelum waktunya, pasien bisa mengalami kekambuhan atau bahkan mengembangkan resistansi terhadap obat.
Risiko Penularan di Lingkungan Keluarga
Penularan TBC bukan hanya terjadi di ruang publik, tetapi juga sangat berisiko di lingkungan rumah. Keluarga yang merawat pasien TBC aktif memiliki potensi tertular jika tidak menggunakan langkah pencegahan seperti ventilasi yang baik, etika batuk, dan penggunaan masker.
“TBC bisa ditularkan ke siapa saja, apalagi yang satu rumah dengan pasien aktif. Maka edukasi kepada keluarga pasien menjadi bagian penting dalam pemutusan rantai penularan,” tambahnya.
Untuk itu, DKK menggencarkan tracing kontak erat dan pemeriksaan dini terhadap anggota keluarga yang tinggal serumah dengan pasien TBC.
Pemerintah Perluas Akses dan Intervensi
Sebagai bentuk tanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat, Pemerintah Kota Balikpapan memperluas akses layanan TBC di puskesmas dan rumah sakit. Obat anti-TBC diberikan secara gratis melalui program nasional, dengan pendampingan petugas kesehatan agar pengobatan berjalan sesuai prosedur.
DKK juga bekerja sama dengan berbagai elemen, termasuk kader posyandu, tokoh masyarakat, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), untuk memperkuat edukasi hingga tingkat RT dan RW.
“Kalau ditemukan gejala seperti batuk lebih dari dua minggu, berat badan turun, atau keringat malam berlebih, masyarakat jangan ragu memeriksakan diri. Lebih cepat diketahui, lebih mudah ditangani,” tegas Alwiati.
Komitmen Menuju Eliminasi TBC 2030
Tingginya angka kasus dan kematian akibat TBC membuat Balikpapan harus bekerja keras mengejar target nasional eliminasi TBC pada tahun 2030. Eliminasi bukan berarti nol kasus, tetapi menurunkan angka kejadian seminimal mungkin dan menghindari kematian yang bisa dicegah.
Menurut data nasional, Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan beban TBC tertinggi di dunia. Oleh karena itu, kerja sama antara pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk menjadikan Balikpapan kota yang bebas dari penyakit menular tersebut.
“Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Kami butuh partisipasi aktif masyarakat. Mulai dari edukasi, pemeriksaan dini. Hingga ketaatan minum obat, semua harus dilakukan bersama,” pungkas Alwiati.
Penulis : Danny
Editor : Ramadani
BACA JUGA
