AJI Persiapan Banjarmasin Soroti Gugatan Mentan ke Tempo: “Tanda Pembungkaman Media”
BANJARMASIN, Inibalikpapan.com – Gugatan Rp200 miliar yang dilayangkan Menteri Pertanian Amran Sulaiman terhadap Majalah Tempo terus menuai kritik.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Persiapan Banjarmasin menilai langkah tersebut sebagai ancaman serius bagi kebebasan pers dan ruang kritik di Indonesia. Hal itu dibahas dalam diskusi publik di Rumah Alam, Sungai Andai, Minggu (16/11/2025).
Diskusi menghadirkan Ahli Pers Kalsel Fathurrahman, Akademisi Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Arif Rahman Hakim, serta Koordinator AJI Persiapan Banjarmasin Rendy Tisna.
Para narasumber sepakat bahwa gugatan bernilai fantastis itu berpotensi menciptakan efek gentar (chilling effect) di kalangan jurnalis dan media nasional.
Gugatan Dinilai Mengancam Ruang Kritik Publik
Ahli Pers Kalsel, Fathurrahman, menegaskan bahwa gugatan kepada media dapat menghilangkan akses publik terhadap laporan kritis dan investigatif.
“Masyarakat tidak lagi mendapatkan informasi-informasi mendalam atau bersifat investigasi,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa kebebasan pers bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan panjang yang dipenuhi risiko.
“Untuk mendapatkan kebebasan pers seperti hari ini perjuangannya luar biasa. Ada nyawa yang melayang, ada cacat, dan ada hilang,” katanya.
Media Bisa Terintimidasi
Akademisi ULM, Arif Rahman Hakim, menyebut gugatan ini sebagai sinyal kuat ancaman terhadap kebebasan pers.
“Apakah ini ancaman? Tentu, tanda-tandanya sudah jelas ke arah sana,” ujarnya.
Ia menilai jika media besar seperti Tempo bisa ditekan, maka media lainnya akan ikut takut.
“Ketika media massa dengan tingkat paling tinggi ini mampu dibungkam pemerintah, media di bawahnya akan merasakan ketakutan,” katanya.
AJI: Ini Pembungkaman, Bukan Sekadar Gugatan
Koordinator AJI Persiapan Banjarmasin, Rendy Tisna, menyebut langkah Menteri Pertanian itu sebagai bentuk pemberedelan modern.
“Apa yang dilakukan Menteri Amran terhadap Tempo merupakan pembungkaman. Kasus ini seharusnya diselesaikan melalui mekanisme pers,” tegasnya.
Ketua FJPI Kalsel, Sunarti, bahkan mendorong aksi lebih luas sebagai bentuk penolakan terhadap tekanan terhadap media.
“Kita harus turun ke jalan, secara masif seluruh Indonesia, supaya suara jurnalis didengar,” ujarnya.
Diskusi dihadiri organisasi media dan pers mahasiswa seperti LPM Lentera Uniska, Warta Jitu, Lensa Poliban, Justice STIHSA, LPM Peristiwa, SMSI Kalsel, FJPI Kalsel, hingga Walhi Kalsel. ***
BACA JUGA
