Angka Stunting Masih Tinggi, Balikpapan Cari Pola Baru Tangani Masalah Gizi Anak
BALIKPAPAN,Inibalikpapan.com – Di tengah gencarnya edukasi dan intervensi gizi yang dilakukan selama beberapa tahun terakhir, persoalan stunting masih membayangi Kota Balikpapan.
Dinas Kesehatan setempat kini tengah mengkaji pola penanganan baru yang lebih efektif dan menjangkau masyarakat secara langsung, menyusul masih tingginya angka prevalensi stunting.
Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan, Alwiyati, mengakui bahwa meskipun upaya edukasi terus dilakukan melalui berbagai program, seperti kelas ibu hamil, kelas ibu menyusui, serta pelatihan pemberian MP-ASI (Makanan Pendamping ASI), kasus stunting tetap ditemukan di lapangan.
“Kita sudah berikan edukasi, ada kelas-kelas dan pelatihan. Tapi tetap saja, kasus stunting masih muncul,” ungkap Alwiyati, Rabu (6/8/2025).
Masalah stunting kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis memang bukan sekadar soal makanan. Di balik persoalan itu, terdapat banyak faktor: pola asuh, tingkat literasi gizi orang tua, hingga rendahnya pemanfaatan layanan kesehatan dasar seperti posyandu.
Data Menggambarkan Kondisi Memprihatinkan
Berdasarkan data survei yang dihimpun Dinas Kesehatan, prevalensi stunting di Balikpapan mencapai 24,48 persen dari sekitar 107 ribu anak yang menjadi sampel. Meskipun tidak mewakili seluruh anak usia balita, angka itu cukup mencengangkan.
“Angka itu seolah-olah mewakili seluruh bayi dan balita di Balikpapan. Kalau hampir 25 persen, artinya seakan-akan satu dari empat anak mengalami stunting. Ini tentu menjadi perhatian besar kami,” tegasnya.
Angka tersebut juga menunjukkan bahwa pendekatan yang selama ini digunakan masih belum menyentuh akar persoalan di lapangan.
Pemantauan Tumbuh Kembang Anak Terkendala
Salah satu hambatan utama yang dihadapi pemerintah kota adalah minimnya partisipasi masyarakat terhadap layanan posyandu. Alwiyati menyebutkan bahwa tingkat kunjungan ke posyandu saat ini hanya satu persen, jauh dari yang diharapkan.
“Banyak orang tua yang tidak membawa anaknya ke posyandu. Padahal itu tempat paling dasar untuk memantau tumbuh kembang anak,” ujarnya prihatin.
Kondisi ini membuat deteksi dini terhadap gangguan tumbuh kembang menjadi terlambat. Pemerintah pun harus memikirkan cara baru untuk menjangkau keluarga-keluarga yang abai atau kurang teredukasi mengenai pentingnya pantauan kesehatan anak usia dini.
Jemput Bola ke Rumah Warga
Melihat kondisi tersebut, Dinas Kesehatan sedang mempertimbangkan metode pendekatan langsung, salah satunya dengan kunjungan ke rumah-rumah warga, terutama bagi anak-anak yang terindikasi berisiko tinggi mengalami stunting.
“Kami sedang pikirkan bagaimana caranya menjangkau mereka. Apakah harus datang satu per satu ke rumah? Mungkin dari ribuan anak itu tidak bisa dipantau sekaligus, harus dipilih yang betul-betul berisiko, lalu kita intervensi secara langsung,” kata Alwiyati.
Strategi ini dinilai lebih tepat sasaran. Selain memberikan edukasi langsung, tenaga kesehatan juga bisa melihat langsung kondisi lingkungan, pola makan keluarga, serta perilaku pengasuhan anak yang selama ini menjadi titik lemah dalam pencegahan stunting.
Butuh Sinergi, Bukan Sekadar Program
Dinkes Balikpapan menyadari bahwa program penanganan stunting tidak bisa berjalan sendiri. Perlu sinergi antara dinas, kader posyandu, RT, hingga dukungan aktif dari masyarakat itu sendiri.
“Edukasi saja tidak cukup jika tidak ada perubahan perilaku di rumah. Kami ingin mencari pola yang bisa menyentuh sampai ke dapur keluarga,” pungkas Alwiyati.***
Editor : Ramadani
BACA JUGA
