Balikpapan Tak Terima Dampak Besar, Wali Kota Soroti Wacana Pemotongan Dana Bagi Hasil
BALIKPAPAN, inibalikpapan.com – Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas’ud menyuarakan sejumlah persoalan yang dihadapi daerahnya dalam rapat koordinasi pemberantasan korupsi yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (10/9/2025). Salah satu yang disoroti adalah wacana pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH) yang dinilainya merugikan daerah.
“Isu DBH ini masih berkembang, mudah-mudahan belum ada keputusan final. Kami berharap bisa bersama-sama menyampaikan aspirasi ini kepada Menteri Keuangan, agar jangan sampai ada pemotongan,” ujarnya.
Rahmad menegaskan, Balikpapan tidak memiliki sumber daya alam besar seperti kabupaten dan kota lain di Kalimantan Timur. Namun, dampak dari aktivitas pengelolaan sumber daya justru dirasakan langsung oleh warganya.
“Kami tidak memiliki tambang maupun pengelolaan minyak. Yang ada minyak itu PPU. Tetapi dampak pengelolaan justru kami yang merasakan. Tahun 2018, misalnya, saat terjadi tumpahan minyak, yang menjadi korban adalah Balikpapan,” jelasnya.
Ia juga menyinggung soal perubahan aturan kewenangan garis pantai. Jika sebelumnya pemerintah kota memiliki kewenangan hingga 0,4 mil, kini ditarik menjadi 0–2 mil di bawah kendali pemerintah provinsi.
“Artinya kalau terjadi sesuatu, kami pasti menggunakan APBD. Tapi karena kewenangan itu sudah di provinsi, kami tidak bisa menganggarkan, nanti malah bermasalah,” tegasnya.
Tak hanya itu, Rahmad mengungkapkan, hasil pengelolaan sumber daya alam di sekitar Balikpapan juga tidak sebanding dengan penerimaan yang diterima daerah.
“Bayangkan, dari pengelolaan ratusan bahkan jutaan, kami hanya menerima sekitar Rp6 miliar per tahun. Tentu ini tidak adil. Namun kami tidak ingin protes, melalui forum ini kami berharap asas keadilan bisa diperjuangkan,” katanya.
Komitmen Antikorupsi
Dalam forum yang sama, Wali Kota juga memaparkan upaya pencegahan korupsi yang telah dilakukan Pemkot Balikpapan.
Ia menyebut, nilai Monitoring Center for Prevention (MCP) KPK meningkat dari 80,4 pada 2021 menjadi 95,34 di 2024. Indeks Survei Penilaian Integritas (SPI) juga naik dari 70,12 pada 2021 menjadi 75,8 pada 2024. Sementara Indeks Persepsi Antikorupsi ikut membaik, dari 3,65 di 2023 menjadi 3,67 di 2024.
“Ini menandakan kepercayaan masyarakat terhadap integritas penyelenggaraan pemerintah semakin menguat. Kami juga sudah menetapkan zona integritas pada 36 perangkat daerah, melakukan pembinaan antikorupsi, penguatan SPIP, hingga penanganan pengaduan masyarakat melalui SP4N dan APH. Alhamdulillah semua aduan dapat diselesaikan tanpa adanya tindak pidana korupsi,” jelasnya.
Ia berharap KPK terus memberikan pendampingan bagi pemerintah daerah, tidak hanya dalam pencegahan korupsi tetapi juga memperjuangkan kepentingan daerah.
“Kami berharap KPK terus mengawal kepala daerah, baik dalam hal pemerataan pembangunan maupun dalam menjaga komitmen pemberantasan korupsi,” pungkasnya.***
BACA JUGA
