Baru Sepekan Dirilis, Film Dokumenter Dirty Vote II Sudah Tembus Sejuta Penonton

Di balik layar penggarapan sekuel film dokumenter Dirty Vote. (Foto: TIm produksi Dirty Vote)

BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Film dokumenter politik Dirty Vote 2 mencatat capaian signifikan di platform YouTube. Sepekan setelah rilis pada 19 Oktober 2025, film berdurasi hampir empat jam itu telah mendapat tayangan lebih dari 1,2 juta kali.

Dokumenter ini merupakan sekuel dari Dirty Vote yang sempat menggemparkan publik pada masa Pemilu 2024. Jika film pertamanya mengulas dugaan keterlibatan aparatur negara dalam proses elektoral, maka Dirty Vote 2 memperluas bahasan ke masa pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, dengan fokus pada dinamika kekuasaan, kebijakan ekonomi, dan arah demokrasi pasca-pemilu.

Dalam laporan Inibalikpapan.com sebelumnya, tim produksi menyebut film ini diluncurkan bertepatan dengan satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran. Film ini menghadirkan pandangan sejumlah pakar hukum dan politik yang sebelumnya juga terlibat dalam film pertama. Format dokumenternya tetap sederhana: narasi monolog dari para ahli dengan dukungan data, grafik, serta cuplikan arsip kebijakan publik.

Para pembuatnya menjelaskan bahwa proyek ini bukan sekadar kelanjutan, melainkan refleksi atas kondisi demokrasi yang tengah diuji. Mereka menyebut Dirty Vote 2 sebagai “bacaan panjang dalam bentuk film”, yang ingin menelisik bagaimana kekuasaan bekerja setelah pemilu usai.

Film ini tayang secara terbuka di kanal YouTube resmi Dirty Vote agar dapat diakses publik secara luas, tanpa biaya. Dalam keterangan yang dimuat di situs resmi dan berbagai kanal media sosial, tim produksi menyampaikan bahwa dokumenter ini adalah bentuk tanggung jawab moral untuk menjaga ingatan kolektif publik tentang praktik kekuasaan yang memengaruhi kehidupan warga.

Film pertama Dirty Vote sebelumnya ditonton lebih dari 10 juta kali dan menjadi salah satu dokumenter politik paling jadi pembicaraan di Indonesia. Capaian 1,2 juta penonton untuk sekuelnya memperlihatkan antusiasme yang tetap besar terhadap karya nonfiksi bertema politik, terutama di tengah minimnya ruang diskusi kritis di media arus utama.***

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses