Halo sahabatku yang budiman.
Semoga sehat dan rukun selalu bersama keluarga dan sahabat.

Sahabatku, Saya berbagi curahan pikiran terhadap “bayangan sendiri”, semoga ini menjadi inspirasi buat kita bersama.

Saya analogikan cerita ini dalam kehidupan keseharian kita dalam bingkaian Tri Hita Karana yaitu Tri yang berarti Tiga, Hita yang berarti Kebahagiaan dan Karana yang artinya Penyebab. Sehingga, Tri Hita Karana artinya tiga penyebab terciptanya kebahagiaan.

Hakikat mendasar dalam kehidupan bersumber pada keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam dan lingkungan serta hubungan manusia dengan sesama.

Alkisah, seekor anjing peliharaan bernama Blacky menggonggong dengan keras di luar rumah, sesekali terdengar menggeram seakan menantang lawannya.

Rasa penasaran tuannya mencuat dengan pertanyaan dan kekhawatiran, “ada apa sih di luar?”

Bergegas sang tuan membuka pintu, ternyata tidak ada siapa pun. Ia pun merasa lega. Namun si Blacky terus menggonggong dan menggeram.

Setelah diperhatikan, rupanya Blacky sedang melihat dirinya sendiri dari kaca jendela besar.

Sembari tertawa dan benak juga penuh tanya, sang tuan berkata pada Blacky, “Itu dirimu sendiri, Blacky. Kenapa kamu membencinya? Kenapa kamu menggonggonginya?”

Sejurus kemudian si Blacky menyalak sambil mengibas-kibaskan ekornya. Bukan karena merasa jago, kuat dan pintar atau seram. Bukan karena tuannya datang melindungi. Tapi sepertinya Blacky malu terhadap diri sendiri.

“Aku malu pada diriku sendiri. Hanya karena tidak kenal bahwa itu adalah diriku. Aku malah membenci bayanganku sendiri”

Tuannya tersentak, seperti mendengar pesan lain di balik itu. Sementara Blacky melengos pergi.

Sahabatku yang punya peliharaan anjing, pernahkah kalian mengalaminya?

Sahabatku, betapa sebagai manusia, kita kerap membenci orang lain, menyalahkan orang lain, mencari pembenaran dari orang lain, bahkan membenci, menyesali keputusan sendiri dan lain sebagainya. Padahal sesungguhnya itu tak lain adalah bayangannya sendiri. (Dikutip dari Berguru pada Langit dan Bumi, W. Mustika)

Semoga apa yang diceritakan di atas membuat kita dapat mawas diri dan saling mengingatkan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari di zaman penuh ketidakpastian ini.

Volatility, Uncertainly, Complexity, Ambiguity. Semua insan dituntut mampu mengembangkan dan mengeluarkan potensi diri.

Seperti artikel “Investasi Hati” yang pernah saya tulis lalu. Dalam tubuh kita sebenarnya telah diajarkan untuk saling membantu atau saling bersahabat. Misalnya antara mata dan tangan, jika mata menangis karena beberapa sebab. Tanpa menunggu perintah, tangan otomatis menghapus air mata.

Tentu sahabatku bertanya-tanya apa hubungannya cerita diatas?

Sahabatku, bahwa kita sebagai makhluk sosial dalam kehidupan ini tidak bisa hidup sendiri. Tentu akan ada interaksi sosial dengan manusia lainnya, dengan alam dan tentunya ke Tuhan yang Mahakuasa.

Hubungan dengan saudara-saudara kita tentunya diperlukan rasa saling menghormati, saling berbagi, saling memahami. Engkau adalah saya, saya adalah engkau, sehingga tidak takut akan bayangan sendiri.

Sahabatku, hidup ini bukan tujuan, melainkan pilihan. Isilah dengan keselarasan antara pikiran, perkataan dan perbuatan yang baik dan dapat di pertanggungjawabkan.

Dengan demikian, kebahagiaan hidup dapat dijalani dengan tulus dan ikhlas.

Salam, Dewa Putu Sudarma (DPS)
14 Januari 2018.

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version