Beras Premium Sulit Ditemukan di Pasaran, Pelaku Usaha Sebut Masalahnya Bukan Stok

Ilustrasi beras. Belakangan, Mabes Polri berhasil membongkar kasus beras oplosan yang menyeret sejumlah produsen besar. (Foto: Freepik)

BALIKPAPAN, inibalikpapan.com – Beras premium mulai sulit ditemukan di sejumlah pasar. Bukan karena stok menipis, melainkan karena pelaku usaha menahan distribusi. Mereka terjebak di antara harga pokok pembelian yang tinggi dan aturan harga eceran tertinggi (HET) yang tak lagi realistis.

Kondisi ini memicu kebuntuan di lapangan. Produsen dan distributor memilih tidak menjual ketimbang melanggar aturan. Akibatnya, beras berkualitas tinggi menghilang dari rak-rak pasar, digantikan produk bermerek premium namun kualitasnya di bawah standar.

Sonny Yuwono, pemilik CV Maxi Raya, menyebutkan bahwa beras dari sentra produksi seperti Jawa sebenarnya masih tersedia dalam jumlah melimpah. Namun sejak razia penegakan HET dilakukan, banyak toko dan distributor menahan diri untuk menjual. Pasalnya, harga pokok pembelian (HPP) sudah lebih tinggi dari HET, membuat pelaku usaha terjebak dalam risiko pidana jika memaksakan penjualan.

“Ini bukan karena stok kosong. Produksi masih jalan, tapi kami dipaksa menjual di bawah HET sementara modal kami di atas itu. Distributor juga takut kirim barang karena bisa dianggap melanggar hukum,” ujarnya, Rabu (6/8/2025).

Menurutnya, ketidakcocokan antara biaya distribusi dan patokan harga pemerintah membuat beras premium menghilang dari pasar. Hanya produk-produk berlabel premium tapi kualitas menurun yang masuk, sementara merek-merek ternama absen. Bahkan beberapa distributor memilih untuk berhenti memasok sepenuhnya.

“Daripada dituduh oplosan atau melanggar aturan, banyak yang memilih tidak jual sama sekali,” katanya.

Keluhan dari pelaku ini menggarisbawahi pentingnya peninjauan ulang terhadap kebijakan HET, terutama untuk segmen beras premium.

“Kalau dibiarkan, masyarakat yang paling dirugikan. Mereka kehilangan akses terhadap beras berkualitas karena aturan yang tidak fleksibel,” tegasnya.

Ia menekankan pentingnya sinergi antara Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Bulog untuk menyelaraskan kebijakan harga dengan kondisi distribusi aktual. Jika tidak, pasar akan terus dihantui kelangkaan semu yang berasal dari regulasi, bukan dari kekosongan pasokan.***

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses