Bukan Sekadar Film, ‘Sore: Istri dari Masa Depan’ Dapat Pujian dari Anies Baswedan

Anies Baswedan saat berada di Balikpapan

JAKARTA, inibalikpapan.com Di tengah jadwalnya yang padat, politikus Anies Baswedan menyempatkan diri memberikan ulasan pribadi terhadap film Indonesia terbaru, Sore: Istri dari Masa Depan, melalui akun Letterboxd miliknya. Film karya sutradara Yandy Laurens ini disebut Anies sebagai pengalaman sinematik yang langka dan berkesan.

Dibintangi oleh Sheila Dara dan Dion Wiyoko, Sore: Istri dari Masa Depan berhasil meninggalkan kesan mendalam bagi mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut. Ia menyebut film ini bukan hanya menghibur, tetapi juga menggugah pikiran dan perasaan dalam waktu bersamaan.

“Amat jarang ada film yang membuat kita kesulitan menampung luapan pikiran dan berbagai emosi sekaligus,” tulis Anies dalam ulasan yang puitis namun membumi, mengutip Suara, jaringan inibalikpapan.com. “Ia memenuhi indra, logika, dan jiwa pada saat bersamaan, lalu meninggalkan jejak rasa yang kuat dan bertahan begitu lama.”

Anies memulai ulasannya dengan sebuah penegasan bahwa dirinya bukan kritikus film profesional. Ia menyampaikan apresiasinya sebagai penikmat seni yang tersentuh oleh kekuatan sinema.

“Saya bukan kritikus film, jadi izinkan saya berbagi perasaan dan pengalaman pribadi saja,” tulisnya.

Visual Film yang Menggugah

Salah satu hal yang paling ia soroti adalah kekuatan visual film ini. Lanskap Kroasia, Finlandia, hingga Tebet Eco Park, menurutnya, tampil sebagai sajian visual yang memanjakan mata. Ia juga mengapresiasi detail tata ruang dalam ruangan yang tetap terlihat estetis.

Selain visual, Anies menilai aspek audio film ini turut memperkuat atmosfer emosional. Lagu Terbuang Dalam Waktu dari Barasuara disebutnya sebagai elemen penting yang memperdalam ikatan emosi dengan cerita.

“Telinga kita dibuai oleh musik-musik yang menawan… Lagu itu kini menjadi jembatan memori bila kita ingin mengulangi perasaan yang sama,” tambahnya.

Tak sekadar memuji sisi teknis, Anies melihat Sore sebagai karya yang mampu memantik kontemplasi. Ia menilai kompleksitas cerita dan karakter dalam film ini mampu memunculkan pertanyaan-pertanyaan filosofis yang terus menghantui bahkan setelah film berakhir.

“Begitu banyak mengapa dan bagaimana yang terus menerus muncul dalam pikiran, membuat kita mencoba merajut sendiri makna yang lebih dalam dari setiap adegan,” tulisnya.

Anies juga menilai kekuatan film ini terletak pada kemampuan mengaduk emosi: dari manis hingga getir, dari luka hingga cinta.

Ia secara khusus memberikan apresiasi kepada para aktor, menyebut Sheila Dara dan Dion Wiyoko berhasil membawa penonton larut dalam perjalanan emosional karakter mereka. Namun pujian tertinggi diberikan kepada Yandy Laurens yang ia sebut sebagai calon maestro perfilman Indonesia.

“Figur sentral dari keseluruhan visi artistik ini adalah sang sutradara, Yandy Laurens. Mungkin film inilah yang akan menobatkannya sebagai maestro.”

Anies menutup ulasannya dengan analogi yang ia ambil dari film itu sendiri: “Film Sore adalah Jo. Kita adalah Sore, yang enggan berlalu dari film ini. Dan Yandy adalah Waktu, yang mengizinkan dan memungkinkan kita mengalami perasaan bersama film ini, berulang kali.”

Baginya, menonton Sore adalah bentuk kemewahan dan kehormatan tersendiri. Ia berharap perfilman Indonesia terus melahirkan karya-karya sekelas mahakarya ini.***

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses