Dari Delta untuk Nusantara, Asa Pendidikan Mengalir di Sepatin
ANGGANA,Inibalikpapan.com – Mentari mulai naik di balik deretan pohon nipah. Suara dayung bersahutan, anak-anak berseragam putih biru berdatangan satu per satu ke tepi sungai. Sebagian kecil menumpang perahu kecil, sebagian lain berjalan kaki di atas titian kayu ulin yang kokoh.
Di seberang sungai, SMP Negeri 6 Anggana menunggu mereka dengan bendera merah putih berkibar di halaman sederhana.
Pagi itu seperti pagi-pagi lainnya di Desa Sepatin. Namun di balik rutinitas itu, tersimpan cerita luar biasa tentang keteguhan, kolaborasi, dan harapan.
Dari sekolah kecil di tengah delta, cahaya pendidikan kini mulai menerangi masa depan generasi pesisir Mahakam.
Kepala Desa Sepatin, Arianto Juanda, tahu betul perjuangan warga desanya belum selesai. Meski program pendidikan dari Pertamina Hulu Mahakam (PHM) membawa banyak perubahan, tantangan baru terus muncul.
“Masih banyak yang harus diperjuangkan. Kami masih butuh rumah guru, sarana olahraga, dan fasilitas transportasi bagi siswa. Tapi semangatnya sudah berbeda masyarakat sekarang sadar bahwa sekolah itu penting,” katanya.
Salah satu tantangan terbesar adalah akses transportasi. Saat air surut, perjalanan menuju sekolah bisa menjadi sangat berat.
“Kadang anak-anak harus menunggu air pasang baru bisa lewat. Tapi mereka tetap datang, meskipun terlambat, karena mereka tahu belajar itu kesempatan yang berharga,” tutur Naila Faza Kamila, guru penggerak SMPN 6 Anggana.
Selain akses, jaringan internet juga sempat jadi kendala. Guru-guru harus kreatif mencari cara agar pembelajaran digital tetap berjalan. Namun kini PHM memberikan fasilitas internet starlink. Kini batasan digital tidak lagi jadi kendala. Jaringan listrik pun sudah dinikmati siswa dan guru SMP 6 Sepatin termasuk SD 016 Anggana dengan memanfaatkan listrik ramah lingkungan solar cell.

Anak-Anak Pesisir Sepatin Kini Berani Bercita-Cita Tinggi
Kini, anak-anak Desa Sepatin tak lagi memandang pendidikan sebagai kemewahan, melainkan bagian dari hidup mereka. Ainun Nisya, siswi kelas VII yang pernah mewakili sekolahnya di lomba menggambar internasional, mengaku ingin menjadi guru kelak.
“Saya ingin seperti Bu Naila, supaya bisa mengajar anak-anak di sini,” katanya sambil memegang buku gambar lusuh yang penuh coretan alam Sungai Mahakam.
Cita-cita seperti itu kini banyak terdengar di kalangan siswa. Mereka mulai berani bermimpi sesuatu yang dulu jarang mereka ungkapkan.
“Dulu kalau ditanya mau jadi apa, mereka diam saja. Sekarang jawabannya beragam: ada yang mau jadi guru, dokter, nelayan modern, sampai desainer,” ungkap Naila tersenyum.
Kehadiran PHM di dunia pendidikan juga memberi dampak psikologis besar. Anak-anak merasa dihargai, diperhatikan, dan punya tempat di mata dunia.
“Saat lomba menggambar di Abu Dhabi, mereka tidak percaya karya dari desa sekecil ini bisa dilihat orang dari negara lain. Itu menumbuhkan rasa percaya diri yang luar biasa,” kata Naila.
Bagi Kepala Desa Arianto, perubahan di dunia pendidikan bukan hanya soal anak sekolah, tapi juga soal warisan sosial. “Kami ingin generasi muda di Sepatin tidak hanya pintar, tapi juga punya rasa cinta terhadap lingkungan dan akar budaya sendiri,” ujarnya.
Pendidikan berbasis pesisir yang digagas bersama PHM mengajarkan anak-anak memahami ekosistem sungai, menjaga kebersihan, dan menghargai hasil alam.
Anak-anak belajar langsung dari tambak, hutan nipah, dan kegiatan nelayan semua dijadikan bahan ajar kontekstual.
“Dulu mereka hanya lihat orang tua menangkap ikan. Sekarang mereka tahu pentingnya menjaga air bersih, mengelola sampah, dan memahami perubahan pasang surut. Itu nilai yang sangat berharga,” kata Arianto.
Selain itu, desa kini berupaya mencetak kader lokal dari anak-anak muda yang menamatkan sekolah menengah. Sebagian diberi pelatihan komputer dan bahasa Inggris dasar agar kelak bisa kembali mengabdi.
“Kami ingin lahir generasi yang bisa melanjutkan semangat ini. Anak-anak pesisir harus jadi pelaku utama pembangunan, bukan hanya penonton,” tegas Arianto.

Menaruh Harapan Besar pada Pendidikan
Orang Tua murid SMP 6 Anggana Desa Sepatin berharap anak-anak dapat terus bersekolah hingga perguruan tinggi. Warga menaruh harapan besar pada transformasi pendidikan yang dijalankan SMP 6 melalui dukungan guru penggerak dan beasiswa PHM.
Harapan besar ini terpancar pada wajah Jappa (61) dan Diya (54) warga Desa Sepatin, Kecamatan Anggana. Di tengah keterbatasan ekonomi, akses dan kendala yang dihadapi desa, Jappa sebagai nelayan dan pencari bakau, terus bertekad menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang lebih tinggi.
“Saya kerja apa adanya nelayan juga, cari kepiting, cari bakau. Tapi tetap ingin anak-anak sekolah tinggi supaya hidupnya bisa lebih baik dari orang tuanya,” ujar Jappa saat ditemui di Desa Sepatin, saat media visit Selasa (15/10/2025).
Jappa memiliki lima anak. Dua di antaranya sudah bekerja, sementara Radit, anak ketiganya, kini duduk di bangku kelas VII SMP Negeri 6 Sepatin. Kakak Radit masih melanjutkan pendidikan SMA di Anggana Darat. Jappa mengaku bersyukur karena anak-anaknya mendapat dorongan dari para guru untuk terus bersekolah.
“Dulu anak saya sempat mau berhenti. Tapi karena arahan dari guru di SMP, akhirnya dia mau lanjut. Kami percaya pendidikan itu penting supaya bisa ubah nasib,” tambahnya.
Istri Jaffa, Diyah,menilai peran guru sangat besar dalam menumbuhkan semangat belajar anak-anak di wilayah pesisir. Apalagi sekolah SMP 6 mendapatkan dukungan fasilitas listrik, internet dan sekolah baru dari PHM. Dukungan tersebut telah memberikan perubahan besar bagi sekolah dan pandangan warga desa tentang pentingnya pendidikan.
“Anak saya tadinya tidak mau lanjut ke SMA, tapi karena motivasi dari guru, akhirnya mau sekolah lagi. Sekarang ada juga beasiswa PHM, dari provinsi, mudah-mudahan bisa membantu,” tutur Diyah penuh harap.
Mereka berharap perhatian terhadap pendidikan di wilayah pesisir terus ditingkatkan, baik dari pemerintah daerah maupun perusahaan sekitar. “Anak-anak ini masa depan desa. Kalau mereka sekolah tinggi, bisa kembali membangun kampungnya,” tandas Jappa.

Sekolah Rujukan Google, Raih Berbagai Prestasi
Sarana belajar dan mengajar di SMP 6 Desa Sepatin sudah dapat dinyatakan cukup layak. SMP 6 memiliki ruang kelas baru sejak awal 2025 lalu. Awalnya masih bergabung degan SD 016. Kelas 7 dan 8 berjumlah 54 siswa dengan 7 guru dan 1 kepala Sekolah.
“Ditambah 1 guru penggerak dari PHM itu setahun setahun. Sudah berjalan 4 tahun. Informasinya tahun ni terakhir,” ucap Kepala Sekolah SMP 6 Sepatin Tandarman.
Dimana SMP 6 ini memiliki sumber listrik dari tenaga matahari (biosollar) yang awalnya terbatas operasional listriknya menggunakan genset. Untuk memperlancar proses belajar, juga diperkuat internet starlink 24 jam mengingat masing-masing siswa memiliki laptop pembagian dari Kementerian Pendidikan.
Selain itu, sekolah ini sejak 2021 hingga sekarang terus mendapat pendampingan dari program guru penggerak. Bahkan SMP 6 menjadi sekolah rojukan google.
Tandarman mengungkapkan untuk proses belajar mengajar kombinasi yakni manual dan menggunakan papan digital dari bantuan Kementerian Pendidikan serta model pengajaran classroom melalui aplakasi google.
Karna tiap siswa mendapatkan pinjaman cromebook/laptop. Laptop ini bantuan dari kementerian Pendidikan sebanyak 80 laptop juga diperuntukan bagi guru.
“Jadi pengajaran juga ada pakai cromebook atau classcroom aplikasi googel. Jadi guru tinggal mengarahkan buka kode aplikasi google. Murid bisa tanya secara langsung bisa juga bertanya melalui aplikasi google,” terangnya.
Meski dihadang keterbatasan, guru, dan siswa SMP termasuk kepala desa, warga dan perusahaan tidak pernah surut. Perjuangan sekolahnya bersama guru dan murid untuk menjadi sekolah rujukan google tidak mudah. Pertama mendaftar dan dilakukan test oleh google level 1 untuk diajukan layak atau tidak. Selain itu, guru dan kepala sekolah harus memiliki sertifikasi pengajaran digital.
“Apa yang dikerjakan dalam pengajaran itu dilaporkan ke google. Modul ini pengajaran ini termasuk saat penanaman mangrove peduli lingkungan itu kita laporkan. Nah itu jadi point mereka juga diluar pemikiran dia kita bisa kembangkan itu,” jelasnya.

Prestasi Guru SMP 6 Sepatin
Guru berprestasi adalah kunci lahirnya siswa berprestasi. Kemajuan pendidikan dimulai dari semangat dan keteladanan guru.
“Berprestasi bisa aktif kalau gurunya aktif terlebih dahulu. Karena itu kami terus berupaya memotivasi dan melatih guru agar memiliki kompetensi yang baik untuk ditularkan kepada siswa,” ujar Guru Penggerak Naila Faza Kamila.
Saat ini, salah satu guru SMPN 6 Desa Sepatin, Nurul Fitriana, tengah melanjutkan studi ke Amerika Serikat (short studi selama 5 bulan). Prestasi ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi sekolah. Selain itu, dua guru lainnya juga mencatat pencapaian internasional, di antaranya Tata Irawati yang berhasil menjadi finalis dialog internasional se-Asia Tenggara bidang bahasa dan sastra.
Prestasi akademik lainnya juga tak kalah membanggakan. SMPN 6 Desa Sepatin berhasil lolos dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) bidang matematika dan mewakili Kutai Kartanegara ke tingkat provinsi.
Kepala Sekolah SMP 6 Tandarman menyebutkan pihak sekolah juga akan menularkan pola pembelajaran dan diperluas ke sekolah lainnya seperti SD 016 dan SMP 5 di Tanjung Brungkang Anggana.
Sebagai sekolah yang berada di 3T tantangan yang dihadapi masalah guru. Saat ini baru 7 guru sedangkan idealnya 11 guru. Sebab masalah adminitrasi sekolah masih ditangani kepala sekolah yang harusnya ditangani Tata usaha sekolah.
“Dulu ada honor tapi bulan 5 lalu diangkat jadi PPP3 di SD karena kami tidak dapat formasinya. Sementara sekolah lain formasi berlebihan. Kita kasihkan data terus kekurang kita di GTK (guru dan tenaga kependidikan,” tambah Tandarman.
Jadi Komitmen Jangka Panjang
Akses pendidikan di daerah pesisir seperti Sepatin masih menghadapi banyak tantangan. Tidak heran jika banyak anak-anak yang tidak melanjutkan sekolah. Awalnya sekitar 60–70 persen anak yang melanjutkan sekolah ke jenjang SMP.
“Banyak yang berhenti sekolah karena alasan ekonomi, sebagian perempuan dinikahkan muda, sementara anak laki-laki memilih membantu orang tua mencari kepiting,” tutur Head of Communication, Relations & CID PHM, Achmad Krisna Hadiyanto saat mendampingi media mengunjungi SMP 6 Sepatin.
Berikut capaian PHM selama 4 tahun di desa Sepatin dan Tani Baru :

“Butuh usaha besar untuk sekadar sampai ke sekolah. Karena itu, kami ingin menghadirkan sekolah yang lebih dekat, bahkan jika perlu, terapung di kawasan mereka,” jelasnya.
Lanjutnya, Program PHM Mengajar menjadi bagian dari inisiatif ini. Setiap tahun, tim PHM juga rutin datang ke sekolah sebanyak 24 kali untuk memberikan pendampingan dan motivasi.
“Alhamdulillah, setelah tiga tahun berjalan, angka kelulusan dan keberlanjutan pendidikan di SMP 6 Sepatin mencapai 100 persen. Tidak ada lagi anak yang putus sekolah,” ungkap Achmad bangga.
Kerjasma PHM dengan Indonesia Mengajar dan program beasiswa sarjana pesisir ikut mendongkrak motivasi anak-anak dan orangtuan tentang pentingnya pendidikan tinggi.
“Kami ingin memastikan anak-anak pesisir memiliki masa depan yang lebih cerah,” harapnya penuh senyum.
PHM katanya menegaskan bahwa program pendidikan di pesisir bukan sekadar proyek sesaat, melainkan komitmen jangka panjang. “Kami berusaha hadir secara berkelanjutan. Tidak hanya membangun, tapi juga memastikan program bisa mandiri, dijalankan oleh masyarakat dan sekolah itu sendiri,” ujarnya.
Ia menambahkan, ke depan PHM akan terus memperluas kerja sama dengan sekolah-sekolah pesisir lain di Kutai Kartanegara dan Samarinda, agar semangat pendidikan di daerah 3T bisa menular ke wilayah lain.
“Dari Sepatin, kami belajar bahwa keterbatasan tidak boleh jadi alasan untuk berhenti bermimpi,” tandasnya.
Punya Masa Depan Cerah
SMPN 6 Anggana kini bukan lagi sekadar sekolah. Ia adalah simbol harapan, bukti bahwa pendidikan bisa hidup di mana saja bahkan di tempat paling sunyi sekalipun, di tengah delta yang luas dan berliku.
“Kami hanya ingin anak-anak di sini punya masa depan yang cerah. Kalau mereka bisa maju, berarti perjuangan kami tidak sia-sia,” kata Guru Tata Irawati, menatap murid-muridnya dengan mata berkaca.
Di ujung muara Mahakam, di antara riak ombak dan nyanyian angin nipah, asa itu terus mengalir dari pesisir untuk Nusantara. Karena dari sinilah cahaya kecil bernama Sekolah Terapung Sepatin memantulkan makna besar: bahwa pendidikan adalah hak setiap anak Indonesia, di mana pun mereka berada.(Bagian-III/Selesai)
Penulis : Amir Syarifuddin dan Ramadani
BACA JUGA
