Dari Limbah Jadi Berkah: Kisah BUMDes Karya Jaya Bangkitkan Ekonomi Desa dengan Usaha Pupuk Organik

SAMBOJA, inibalikpapan.com – Desa Karya Jaya di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, dulunya dikenal memiliki lahan kritis yang tak produktif dan hanya ditumbuhi semak belukar. Kini, lahan tersebut berubah menjadi pusat inovasi pertanian yang digerakkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Mitra Karya.

Transformasi ini lahir dari program pemberdayaan PT Pertamina Gas Operation Kalimantan Area (OKA) yang dimulai pada 2023. Lewat pemetaan sosial (social mapping), Pertamina Gas mengidentifikasi potensi sekaligus persoalan yang dihadapi desa. Hasilnya, Karya Jaya memiliki kekuatan di sektor pertanian, UMKM, dan pengelolaan air bersih, tetapi juga menghadapi tantangan besar.

“Dari pemetaan sosial itu terlihat jelas desa punya potensi besar, tapi juga ada tantangan, terutama lahan kritis dan keterbatasan pupuk. Dari situ kami berdiskusi dengan masyarakat untuk mencari solusi bersama,” jelas Revi Ayu Malinda, Community Development Officer (CDO) PT Pertamina Gas OKA, Jumat (27/9/2025).

Limbah Kotoran Sapi Jadi Solusi

Salah satu persoalan utama yang dihadapi warga adalah limbah kotoran sapi. Hampir 90 persen rumah tangga di Karya Jaya memelihara sapi, rata-rata dua ekor per keluarga. Selama bertahun-tahun, kotoran hanya ditumpuk di belakang rumah hingga menimbulkan pencemaran lingkungan.

“Dulu kotoran itu cuma ditumpuk saja di belakang rumah, jadi limbah yang numpuk bertahun-tahun,” kenang Suardani, Direktur BUMDes Mitra Karya.

Di saat yang sama, petani dan peternak juga bergantung pada pupuk kimia untuk menumbuhkan rumput pakan sapi dan tanaman pangan. Namun, ketersediaan pupuk subsidi semakin langka dan harganya melonjak.
Kondisi inilah yang mendorong BUMDes memanfaatkan kotoran sapi menjadi pupuk organik, sehingga masalah limbah sekaligus kelangkaan pupuk bisa teratasi.

Dari Percobaan Sederhana ke Produksi Besar

Upaya ini bermula dari percobaan sederhana. Suardani bersama sejumlah warga mencoba membuat pupuk kompos dengan cara manual. Pupuk hasil fermentasi pertama kali diuji pada lahan rumput pakan ternak. Hasilnya langsung terasa: pertumbuhan rumput membaik dan kebutuhan pupuk warga dapat terpenuhi.

“Masalah limbah bisa diatasi, rumput untuk pakan juga tumbuh subur. Itu awal yang membuat kami yakin,” ujar Suardani.

Namun, keterbatasan alat membuat produksi tidak efisien. Proses pengadukan pupuk yang hanya mengandalkan cangkul memakan waktu dua hari penuh untuk menghasilkan 300–500 kilogram.

Situasi berubah setelah Pertamina Gas memberikan bantuan mesin rotary. Dengan alat ini, proses yang sebelumnya memakan dua hari kini hanya butuh satu hingga dua jam.
“Dulu sehari penuh hanya dapat 100–200 karung. Sekarang kapasitas kami meningkat hingga 4–5 ton per bulan,” jelas Suardani.

Dalam dua tahun, BUMDes berhasil memproduksi 12 jenis pupuk organik. Bahkan, mereka mulai membeli kotoran sapi dari warga seharga Rp10.000 per karung. Dalam sekali pengambilan, bisa terkumpul 30–50 karung dari beberapa rumah.
“Warga senang sekali. Yang dulu dianggap sampah, sekarang malah bisa jadi uang,” kata Suardani.

Agro Lab: Pusat Inovasi Pertanian

Pertamina Gas bersama BUMDes kemudian membangun agro lab, yaitu lahan percontohan yang berfungsi sebagai laboratorium terbuka bagi petani. Di tempat ini, berbagai tanaman diuji menggunakan pupuk semi organik.

“Kalau dulu timun hanya bisa dipanen 10 kali dalam satu masa tanam, sekarang bisa 15–20 kali. Itu bukti nyata manfaat pupuk semi organik,” jelas Devi.

Selain timun, agro lab juga menanam buncis, cabai, daun bawang, melon, bahkan sedang membangun rumah anggur sebagai upaya diversifikasi pertanian.

Pendekatan dilakukan bertahap. Pada awalnya, petani sepenuhnya menggunakan pupuk kimia. Kini, mereka sudah beralih hingga 80% ke pupuk organik.
“Kuncinya kesabaran. Kami mulai dari 20%, lalu meningkat sedikit demi sedikit. Hasilnya tanah lebih sehat, tanaman pun tumbuh lebih kuat,” tambah Devi.

Dampak ke UMKM dan Ekonomi Desa

Manfaat program tidak hanya dirasakan oleh petani. BUMDes juga mendorong pengembangan UMKM lokal. Saat ini, produk-produk warga masih diproduksi di rumah masing-masing. Ke depan, produk tersebut akan dihimpun dan dipasarkan bersama sebagai souvenir khas Desa Karya Jaya.

BUMDes juga menciptakan lapangan kerja. Tiga orang kini dipekerjakan dengan gaji sekitar Rp500.000 per bulan. Suardani mengaku, awalnya semua pekerjaan ia tangani sendiri sebelum program ini berkembang.

Devi berharap inovasi ini menjadi contoh bagi desa-desa lain di Kalimantan.
“Kami ingin masyarakat mandiri dan sejahtera. Agro lab ini bukan hanya tempat belajar, tapi juga simbol harapan,” ujarnya.

Suardani pun optimistis melihat masa depan desanya.
“Dulu kami tidak pernah bayangkan kotoran sapi bisa jadi sumber rezeki. Sekarang, bukan hanya masalah lingkungan yang teratasi, tapi juga membuka peluang ekonomi baru,” tutupnya.***

Penulis : Amir Syarifuddin  & Donny Muslim

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses