Dewan Pers Telusuri Dugaan Pelanggaran Etik Direktur JAKTV dalam Kasus Obstruction of Justice Kejagung

Logo Dewan Pers
Logo Dewan Pers

JAKARTA, Inibalikpapan.com – Dewan Pers menyatakan tengah mendalami dugaan pelanggaran etik jurnalistik oleh Direktur Pemberitaan JAKTV, Tian Bahtiar (TB), yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan (obstruction of justice) oleh Kejaksaan Agung.

TB diduga terlibat dalam skenario pemufakatan jahat untuk menyebarkan narasi negatif melalui media massa guna mengganggu proses penegakan hukum pada kasus-kasus korupsi besar.

Bersama dua tersangka lain, advokat Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS), TB disebut menerima imbalan untuk menyebarluaskan berita yang menyudutkan Kejaksaan Agung, khususnya terkait penyidikan korupsi komoditas timah, importasi gula, dan ekspor crude palm oil (CPO).

Dewan Pers Tegaskan Wewenangnya dalam Penilaian Etik Jurnalistik

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, usai beraudiensi dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin, menyatakan pihaknya akan menelusuri konten-konten berita yang dituding digunakan untuk kepentingan pemufakatan jahat.

“Kami akan mengumpulkan semua produk jurnalistik yang menurut Kejaksaan digunakan untuk merekayasa pemberitaan. Kami akan uji, apakah berita-berita itu melanggar kode etik jurnalistik secara substansial maupun prosedural,” ujar Ninik, dilansir dari suara.com jaringan inibalikpapan.

Dewan Pers juga membuka peluang memanggil pihak-pihak terkait dalam proses klarifikasi dan investigasi etik. Meski menghormati proses hukum, Dewan Pers menegaskan hanya merekalah yang memiliki otoritas untuk menilai apakah suatu konten merupakan karya jurnalistik atau bukan.

“Kami tidak ingin cawe-cawe proses hukum, tetapi kalau bicara produk jurnalistik, itu kewenangan etik Dewan Pers,” imbuhnya.

BACA JUGA :

Kejaksaan Tegaskan Tindak Pidana Dilakukan secara Personal

Menanggapi investigasi etik yang dilakukan Dewan Pers, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menyatakan Kejaksaan mendukung langkah tersebut. Namun ia menegaskan bahwa kasus ini bukan soal kritik terhadap institusi, melainkan tindakan pidana.

“Kejaksaan tidak antikritik. Tapi yang kami persoalkan adalah adanya permufakatan jahat yang memanfaatkan media dan aktivitas publik lain untuk menghalangi penyidikan,” tegas Harli.

Penyidik mengungkap bahwa TB menerima uang sebesar Rp478.500.000 sebagai bayaran untuk membuat dan menayangkan berita-berita negatif di JAKTV News, media sosial, serta media daring lainnya.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menyatakan berita-berita tersebut secara sistematis menyudutkan Korps Adhyaksa dan dimaksudkan untuk mengubah persepsi publik terhadap proses hukum yang sedang berjalan.

“Tersangka TB menerima dana secara pribadi dan memublikasikan konten-konten negatif sebagai bagian dari strategi obstruction of justice,” ungkap Qohar.

Demonstrasi dan Seminar Dibayar untuk Ganggu Proses Hukum

Selain pemberitaan, MS dan JS juga membiayai kegiatan demonstrasi, seminar, podcast, hingga talkshow yang menyuarakan narasi miring terhadap Kejaksaan Agung. Strategi ini diduga dirancang untuk menciptakan tekanan publik dan memengaruhi proses penyidikan yang tengah berjalan.

Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses