BALIKPAPAN, INIBalikpapan.com —Salah satu pengembang perumahan komersil Suhardi Hamka mensinyalir telah terjadi penyimpangan penggunaan rumah subsidi oleh pengembang  di Balikpapan.

Tidak ingin menuding siapa yang dimaksud, Suhardi mengungkapkan nilai kerugian paling sedikit ditaksir Rp100 miliar kurang waktu tahun 2016 hingga sekarang ini.

Suhardi menjelaskan diangkatnya isu ini karena penyimpangan telah terjadi dan merugikan konsumen. Tentu saja, konsumen perlu pembelaan atau pendampingan dalam rangka hak-hak konsumen yang sudah akad subsidi.

“Tapi diluar akad subsidi itu ada angsuran lain yang disetor developer diluar akad yang semestinya. Menurut regulasi ini telah menabrak,” tandasnya kepada media, Selasa (10/9/2019).

Rumah murah jokowi merupakan program strategis nasional yang dibiayai dari APBN sehingga ada potensi terjadi kerugian negara yang dilakukan developer nakal.

“Salah satunya pajak, PPN 10 persen, termasuk masalah-masalah subsidi bunga angsuran oleh pemerintah kepada konsumen dengan jangka waktu. Inilah letak persoalan dengan memungut harga diluar yang telah ditetapkan pemerintah,” bebernya.

Biaya tambahan memang diakui ada namun dalam kasus ini diluar batas toleransi dan perlu diungkap karena berjalan berjalan 4 tahun.

“Saya berani mengatakan ini karena sudah punya datanya. Saya sampaikan ini supaya atensi bagi stakeholder seperti Kementerian Perumahan yang harus melakukan monitoring selama 5 tahun,” sebutnya.

“Kemudian kota, bank pelaksana, asosiasi yang harus mengawal program dan kantor pajak,” lanjutnya.

Suhardi yang juga Ketua APERSI Balikpapan menilai potensi kerugian negara lebih dari Rp100 miliar ini hanya di Balikpapan saja. “Ini temuan terbesar dalam penyimpangan program rumah murah,” tandasnya.

Suhardi mencontohkan jika harga rumah subsidi dijual Rp200 hingga Rp225 juta, angka  ini jelas tidak masuk subsidi karena rumah subsidi tahun 2018 harga tertinggi Rp142 juta.

Tahun 2019 harga KPR subsidi Rp 153 juta, tahun 2020 harganya Rp164,5 juta,  dan dua tahun sebelumnya 2017 itu harganya Rp135 juta.

“Harga tidak boleh diatas itu.  Saya punya data 2018 dijual Rp225 juta berarti dikurangi Rp142 juta selisih ada Rp90 juta. Kalau dia tidak ikut subsidi berarti harga normal Rp225 juta berarti kena pajak PPn 10 persen Rp22,5 juta perorang, kalau kali 1000 unit itu jadi Rp22 miliar. Saya hitung 1000 unit tapi saya yakin lebih dari 1000 unit,” ulasnya.

“Lalu selisih angsuran Rp90 juta  kali 1000 unit Rp100 miliar ditambah selisih angsuran Rp500ribu kali 20 tahun Rp120 juta dikali 1000 rumah  Rp120 miliar. Saya ambil angka yang aman bahwa ada kerugian negara sekitar Rp100 miliar,” bebernya lagi.

Suhardi yang juga pengembangan Lidia Dandi menyatakan data-data yang menjadi bukti ini telah dikantongi berdasarkan keberatan yang disampaikan pembeli yang sudah melakukan akad kredit. “Dulu sudah dengar tapi belum pegang bukti dan data maka sekarang saya berani publis ini. Bukti sudah ada. Cuma bukti ini perlu menindaklanjuti ya stakeholder,” tandasnya

Dia menambahkan isu ini sempat disampaikan dalam tubuh APERSI Provinsi, namun tidak direspon sehingga isu ini dia lemparkan ke public setelah dikantongi sejumlah data dan bukti-bukti terjadi penyimpangan akad kredit rumah jokowi.

“Ini isu awal yang sangat luar biasa. Ada dugaan penyalahgunaan rumah subsidi. Kita angkat ini karena menabrak aturan,” tukasnya.

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version