Jakarta – Pengacara Kamarudin Simanjuntak menolak dan meragukan hasil autopsi Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J yang dilakukan oleh Polri. Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) merespons hal tersebut.
Koordinator Bidang Etika dan Profesi Dewan Etika Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI), dr Yulia Budiningsih, mengaku heran pengacara Brigadir J meragukan hasil autopsi tersebut. Dia juga menyayangkan pernyataan pengacara keluarga Brigadir J yang menyudutkan para dokter forensik yang melakukan autopsi pertama terhadap jenazah Brigadir J.

“Saya merespons pemberitaan soal kasus ini. Kok jadi forensik yang disalahin-salahin, yang dihujat-hujat?” ungkap Yulia di Fakultas Kedokteran UI, Jakarta Pusat, Selasa (26/7/2022).

Yulia merasa miris atas tuduhan pihak pengacara Brigadir J yang menganggap dokter forensik yang mengautopsi jenazah Brigadir J tidak kredibel. Dia meminta pengacara keluarga Brigadir J tidak mengolok-olok para dokter forensik itu.

“Jadi saya miris. Yang periksa itu boleh juga disidik, dokter itu lulusan mana, karena kasihan banget dia itu. Dia merasa dihujat-hujat orang. Karena dia sudah bekerja sebaik-baiknya, tolong jangan dicaci maki dulu, jangan disalah-salahin dulu,” kata Yuli.

Yulia mengatakan dokter forensik yang mengautopsi jenazah lebih mengerti soal kondisi jenazah. Ia menyayangkan pernyataan Kamarudin telah menggiring opini publik sehingga dokter forensik dianggap tidak profesional.

“Kalau dari pengacara keluarga kan gitu kan. Pak Kamarudin dia punya cerita sendiri, padahal beliau tidak memeriksa jenazahnya dari awal. Kelihatan masyarakat sudah tersihir ke arah sana, gitu sih,” ungkapnya.

Lebih lanjut Yulia mengatakan para dokter forensik memiliki etika yang hanya diperkenankan memaparkan hasil autopsi kepada penyidik. Dia meminta masyarakat bersabar dan memberi kesempatan para dokter forensik agar bisa menjalankan tugasnya lebih dulu.

“Dokter forensik itu kan dokter, dokter itu ada sumpahnya. Ada etikanya. Malah kita lebih berat karena selain menjaga kerahasiaan harus hanya membuka di depan hukum ke penyidik dan enggak bisa dibeberin,” jelas Yuli.

“Saya mengharapkan agar masyarakat bisa bersabar, memberi kesempatan pada dokter forensik untuk bekerja. Diharapkan agar masyarakat menghargai itu,” imbuhnya.

Penolakan hasil autopsi yang lalu itu dilakukan lantaran keluarga merasa kematian Brigadir J janggal. Apalagi mereka menemukan ada bekas luka lilitan di bagian leher Brigadir J.

“Kenapa kami menolak autopsi yang lalu karena autopsi yang lalu dikatakan matinya itu karena tembak menembak dan dari RS Polri tidak ada yang protes. Harusnya ketika penjelasan Karo Penmas Polri yang mengatakan meninggal karena tembak menembak harusnya mereka protes berdasarkan hasil autopsi bukan begitu bro, bukan begitu kawan. Tapi mereka diam saja, mereka tidak protes mereka menikmati saja bahwa almarhum mati karena tembak menembak,” papar dia

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version