DP3AKB Balikpapan Perkuat Pendamping KDRT,  Tingkatkan Mutu Layanan Perlindungan Korban

Plt Kepala DP3AKB Balikpapan Nursyamsiarni D Larose

BALIKPAPAN,Inibalikpapan.com — Pemerintah Kota Balikpapan melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) terus berupaya meningkatkan kualitas layanan perlindungan bagi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Salah satu langkah strategis yang kini menjadi fokus adalah profesionalisasi pendamping dan relawan yang selama ini terlibat langsung dalam penanganan kasus di lapangan.

Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala DP3AKB Balikpapan, Nursyamsiarni D. Larose, mengatakan kebutuhan akan pendamping yang kompeten semakin mendesak seiring meningkatnya kasus kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan berbasis gender lainnya. 

Banyak relawan hadir sebagai pihak pertama yang menerima laporan dari masyarakat, sehingga kapasitas mereka sangat menentukan kualitas perlindungan yang diterima korban.

“Pendamping berada di garis terdepan. Mereka yang pertama kali bertemu korban, mendengar cerita mereka, sekaligus memastikan keselamatan awal. Untuk itu, peningkatan kapasitas menjadi kebutuhan yang sangat penting,” jelas Nursyamsiarni, Senin (1/12/2025).

Menurutnya, penanganan KDRT membutuhkan pendekatan yang sensitif dan berbasis standar perlindungan. Tidak sekadar menerima laporan, pendamping harus memiliki kemampuan teknis dalam melakukan identifikasi, asesmen risiko, hingga memahami langkah-langkah rujukan layanan sesuai prosedur.

“Pendamping tidak hanya menjadi pendengar. Mereka harus mampu menyusun asesmen risiko, melakukan tindakan penyelamatan awal, menjelaskan hak-hak korban, dan menghubungkan korban dengan layanan medis, psikologis, hukum, maupun shelter,” ujarnya.

Nursyamsiarni mengakui, dinamika kasus kekerasan semakin kompleks seiring perubahan sosial dan tekanan ekonomi keluarga. Hal ini menuntut aparatur kelurahan, lembaga masyarakat, hingga relawan komunitas untuk memiliki pemahaman yang lebih luas mengenai penanganan kasus kekerasan, termasuk teknik komunikasi dan etika pendampingan.

“Kami ingin semua pendamping memahami trauma yang dialami korban. Pendekatan empati, tidak menghakimi, dan menghargai privasi adalah prinsip dasar. Kesalahan kecil dalam komunikasi bisa menambah trauma,” tegasnya.

Untuk mencapai standar tersebut, DP3AKB menyiapkan serangkaian program peningkatan kapasitas, mulai dari pelatihan teknis, workshop studi kasus, simulasi penanganan darurat, hingga pembekalan mengenai regulasi perlindungan perempuan dan anak. Pelatihan juga mencakup penguatan mental pendamping melalui materi manajemen stres dan komunikasi krisis.

“Pendamping sering menghadapi situasi emosional dan penuh tekanan. Karena itu, mereka juga harus dibekali dengan kemampuan menjaga kesehatan mentalnya sendiri agar tetap profesional dalam bekerja,” tambahnya.

Nursyamsiarni menegaskan bahwa DP3AKB mendorong seluruh pendamping dan relawan untuk memiliki standar kompetensi yang sama. Dengan demikian, kualitas layanan perlindungan korban dapat terjaga, mulai dari tingkat kelurahan hingga proses penyelesaian kasus lintas lembaga.

“Kualitas layanan ditentukan oleh kualitas pendamping. Ketika pendamping kuat, sistem perlindungan juga menjadi kuat,” pungkasnya.***

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses