DPR Sentil Ketimpangan Kaltim: Penyumbang Besar Negara, Tapi Manfaat Belum Merata

Tambang batu bara
Tambang batu bara

SAMARINDA, Inibalikpapan.com – Anggota Komisi XI DPR RI, Didik Haryadi, menyoroti ketimpangan serius antara besarnya kontribusi Kalimantan Timur (Kaltim) terhadap pendapatan negara dengan manfaat pembangunan yang dirasakan masyarakat di daerah.

Ia menilai, dominasi sektor pertambangan tanpa diimbangi transformasi ekonomi dan pemerataan fiskal berpotensi menghambat keberlanjutan pembangunan Kaltim.

Hal tersebut disampaikan Didik di sela pertemuan tim kunjungan kerja reses Komisi XI DPR RI bersama Bappenas dan jajaran Kementerian Keuangan di Samarinda, Rabu (10/11/2025).

Dalam forum tersebut, ia menekankan pentingnya perencanaan pembangunan yang selaras dengan potensi sumber daya alam Kaltim, namun tidak terus-menerus bergantung pada sektor tambang dan galian.

“Kalau kita hanya mengandalkan pertambangan dan galian, tentu kita tidak bisa mengontrol harga komoditas global. Harus ada transformasi bisnis dalam jangka menengah dan panjang,” ujar politisi Fraksi PDI Perjuangan itu.

Didik mendorong pemerintah pusat untuk serius mengembangkan sektor alternatif seperti perkebunan, pertanian, kelautan, dan perikanan sebagai strategi diversifikasi ekonomi. Menurutnya, langkah tersebut krusial agar Kaltim tidak terjebak dalam ketergantungan komoditas sekaligus mampu menciptakan lapangan kerja berkelanjutan.

Ia juga menyinggung ketimpangan pembangunan yang masih dirasakan masyarakat, mulai dari infrastruktur dasar hingga akses pendidikan, meski Kaltim dikenal sebagai salah satu penyumbang pendapatan negara terbesar.

“Kaltim ini penyumbang besar bagi negara. Tapi apakah manfaatnya sudah dirasakan oleh masyarakatnya? Menurut saya, ini harus dievaluasi secara serius,” tegasnya.

Tak hanya soal ekonomi, Didik Haryadi turut menyoroti persoalan pemerataan energi di Kaltim. Ia menyayangkan masih adanya wilayah yang hanya menikmati listrik pada malam hari, padahal provinsi ini merupakan salah satu lumbung energi nasional.

“Ini seperti tikus mati di lumbung sendiri. Bicara energi terbarukan boleh, itu kewajiban kita. Tapi harus konkret, harus ada detail teknis dan roadmap yang jelas dari Bappenas,” ujarnya.

Menurut Didik, transformasi menuju energi baru terbarukan tidak boleh berhenti pada tataran wacana. Diperlukan perencanaan jangka menengah dan panjang yang implementatif agar manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat di daerah penghasil energi.

Lebih lanjut, anggota DPR RI dari Dapil Jawa Tengah V ini menekankan pentingnya mekanisme transfer ke daerah yang adil dan proporsional, khususnya bagi wilayah dengan kontribusi fiskal tinggi seperti Kaltim.

“Kalau memang pendapatan ditarik ke pusat, jangan sampai mengurangi hak daerah untuk membangun. Apalagi daerah yang selama ini hidup dari tambang dan galian,” katanya. Didik pun meminta pemerintah pusat lebih cermat dalam merumuskan kebijakan transfer fiskal agar tidak merugikan daerah kaya sumber daya alam, namun masih memiliki banyak wilayah tertinggal yang membutuhkan percepatan pembangunan./ DPR

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses