DPR Soroti Ketimpangan: Ekonomi Tumbuh, Tapi PHK Massal Meningkat
JAKARTA, Inibalikpapan.com – Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menyoroti ketimpangan antara capaian pertumbuhan ekonomi nasional dengan kondisi riil ketenagakerjaan di masyarakat. Ia menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 yang mencapai 5,12 persen tidak sejalan dengan meningkatnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), stagnasi upah, dan minimnya penciptaan lapangan kerja layak.
“Data tumbuh, tapi pekerja tumbang. Kami menerima laporan PHK massal di sektor manufaktur, logistik, hingga digital. Pertanyaannya sederhana: pertumbuhan ini tumbuh untuk siapa?” ujar Nurhadi dalam keterangan tertulis, dikutip darilaman DPR.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Indonesia tumbuh 5,12 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal II 2025. Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku tercatat Rp5.947 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan mencapai Rp3.396,3 triliun. Angka ini meningkat dibanding kuartal I 2025 yang tumbuh 4,87 persen yoy, maupun kuartal II 2024 yang tumbuh 5,05 persen yoy.
Namun, menurut Nurhadi, narasi keberhasilan ekonomi yang disampaikan pemerintah tidak boleh berhenti di angka-angka makro. “Ukuran pertumbuhan sejati adalah kemampuan keluarga pekerja mencicil rumah, membeli kebutuhan pokok, menyekolahkan anak, dan memiliki jaminan hari tua,” tegas legislator asal Jawa Timur VI itu.
Ia menyebut kondisi saat ini mencerminkan krisis ketimpangan naratif, di mana pemerintah mengklaim sukses ekonomi sementara banyak pekerja justru menghadapi ketidakpastian, kehilangan pekerjaan, dan melemahnya daya beli.
Nurhadi mendesak Kementerian Ketenagakerjaan dan BPS mengintegrasikan pelaporan data ekonomi dan ketenagakerjaan agar publik mendapatkan gambaran utuh dampak kebijakan ekonomi. Ia juga meminta audit menyeluruh pada sektor padat karya yang terdampak gelombang PHK.
Selain itu, ia menekankan percepatan program pelatihan vokasi dan peningkatan keterampilan (upskilling) bagi tenaga kerja, terutama di sektor yang terdampak automasi dan transformasi digital. Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) pun harus diperkuat agar menjadi perlindungan nyata, bukan sekadar simbol.
“Jangan sampai pemerintah terlalu asyik dengan angka makro, tapi lupa bahwa yang paling penting adalah kualitas hidup rakyat. Rakyat tidak hidup dari statistik, mereka hidup dari upah, pekerjaan, dan rasa aman,” pungkasnya.
BACA JUGA
