BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Sebanyak enam orangutan yang berhasil direpatriasi dari Kuwait dan Thailand, hari ini akan dibawa ke Program Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng milik BOS Foundation di Kalimantan Tengah. Mereka akan dibawa melalui udara dari Tangerang ke Balikpapan, dan menempuh perjalanan darat dari Balikpapan ke Palangka Raya.

Dalam siaran pers bersama yang dikeluarkan BOS Foundation, Dirjen KSDA dan mitra kerjanya, sejak September 2015, sudah tujuh orangutan termasuk dua orangutan yang direpatriasi dari Kuwait, empat yang dikembalikan dari Thailand, serta satu orangutan yang berhasil disita di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, akhirnya dapat dikembalikan ke Indonesia dan kini akan diberangkatkan ke pulau-pulau asal mereka, Sumatera dan Kalimantan.

Hasil tes DNA dari salah satu orangutan yang direpatriasi dari Kuwait, betina bernama Puspa, menyatakan bahwa dia adalah orangutan Sumatera (Pongo abelii), sementara hasil tes DNA keenam orangutan lainnya menunjukkan mereka berasal dari Kalimantan Tengah (Pongo pygmaeus wurmbii).

Berdasarkan kesepakatan Tim Evaluasi Penanganan Pasca Repatriasi yang dibentuk oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang berlandaskan tes DNA, usia, perilaku serta hasil pemeriksaan kesehatan, orangutan-orangutan yang masih menunjukkan harapan untuk menjalani proses rehabilitasi sebelum kelak dilepasliarkan, akan direhabilitasi di pusat-pusat reintroduksi yang berlokasi di daerah asal masing-masing orangutan.

Hal ini membuat Puspa harus berpisah dengan dua bayi orangutan lain, yaitu Moza yang juga direpatriasi dari Kuwait, dan Junior yang disita di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang. Ketiga orangutan tersebut, bersama dengan empat orangutan yang dikembalikan dari Thailand, selama ini dirawat di Fasilitas Karantina milik Taman Safari Indonesia di Cisarua, Bogor, sementara menunggu hasil tes DNA mereka.

Puspa akan diserahterimakan kepada Sumatra Orangutan Conservation Programme (SOCP) yang berpusat di dekat Medan, Sumatera Utara dan dipimpin oleh Dr. Ian Singleton. Sementara Moza, Junior, serta dua pasang orangutan Ibu dan anak yang dikembalikan dari Thailand akan dibawa ke Pusat Reintroduksi Orangutan Yayasan BOS di Nyaru Menteng dengan tujuan akhir untuk pelepasliaran di hutan Kalimantan.

Ian Singleton, Ph.D., Direktur Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) mengatakan, “Menyelamatkan dan melestarikan satwa langka yang dilindungi undang-undang merupakan tanggung jawab kita semua dan kami di SOCP siap untuk merehabilitasi Puspa sampai kelak ia siap dilepasliarkan kembali ke alam liar. Kami sangat berterima kasih kepada semua pihak dan personel yang bekerja bersama untuk menyelamatkan dan mengembalikan Puspa dari Kuwait, termasuk Ditjen KSDAE, FORINA, BOSF, Taman Safari Indonesia, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan juga Sriwijaya Air, yang sangat membantu proses pemulangan Puspa ke pulau asalnya di Sumatera.”

Menurut Ian, orangutan merupakan satu-satunya spesies kera besar yang ditemukan di Asia, khususnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan, dan pihaknya akan melakukan segala upaya untuk memastikan Puspa dikembalikan ke habitatnya dan hidup sebagai orangutan liar di habitat alaminya. Puspa akan menjalani proses karantina di Pusat Rehabilitasi Sumatra Orangutan Conservation Programme (SOCP) di dekat Medan, diperiksa kembali kesehatannya dan mengenalkannya dengan orangutan-orangutan lain yang berada di sini.

“Setelah itu, jika sudah sehat dan layak, Puspa akan dilepasliarkan di salah satu lokasi pelepasliaran di Sumatera, yaitu di Jambi atau di Aceh, di mana dia dapat berperan dalam meningkatkan populasi liar baru dari jenis yang sangat terancam punah ini,” ucap Ian Singleton.

Kasus penyelundupan satwa liar seperti ini bukanlah hal baru. Yang menarik dan merisaukan mengenai kasus Puspa dan Moza adalah mereka berdua berhasil diselundupkan ke Kuwait dengan maskapai komersial, yang berarti melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang. Terlepas dari kesuksesan merepatriasi kedua orangutan muda ini, ada pertanyaan besar yang timbul dan harus bisa dijawab oleh pihak-pihak yang berwenang. Bagaimana proses pemantauan, pengecekan, dan penegakan hukum yang dijalankan selama ini sehingga kedua orangutan ini dan mungkin juga banyak satwa liar lainnya bisa terdampar keluar negeri melalui jalur yang sangat umum (bandara internasional), dan apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan untuk mencegah agar tidak berulang lagi.

Dr. Ir. Jamartin Sihite, CEO Yayasan BOS menyatakan, “Yayasan BOS ingin kembali menekankan perlunya komitmen lebih besar dari seluruh pihak terkait untuk menghentikan kegiatan perdagangan satwa liar. Tindakan kriminal seperti inilah yang membuat Puspa dan Moza terdampar di Kuwait. Upaya hukum untuk memberantas perdagangan satwa liar ini harus dilakukan melalui preventif dan represif. Artinya, faktor pencegahan dengan melindungi satwa di kawasan prioritas harus benar-benar dilakukan. Sedangkan penegakan hukumnya harus tegas sebagaimana memberantas peredaran narkoba dan senjata api. Harus ada upaya besar pula untuk menanganinya.

Para pelaku sudah mengetahui ancaman hukuman dari perbuatan yang dilakukannya, karena itu penegakan hukum memang harus dilakukan. Perdagangan satwa terjadi karena permintaan pasar yang tinggi. Satwa berkurang permintaan bertambah. Untuk itu, pengendalian perdagangan satwa illegal harus dipantau pada titik tertentu agar tidak lolos. Harus ada strategi kontrol bersama.

“Penegak hukum dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kepolisian, Kejaksaan, Karantina dan Bea Cukai harus kompak. Semua harus berkomitmen tinggi. Hukum juga tidak boleh pandang bulu, meski ada oknum sekalipun sebagai pelaku,” kata Jamartin. Ia menambahkan, “Kami di Yayasan BOS selalu berusaha sebaik mungkin menyelamatkan orangutan dan mengembalikan mereka ke habitat alaminya, dan kami selalu bekerja sama dengan semua pihak terkait dalam melakukannya.”

Dalam kasus Puspa, setelah dipulangkan dari Kuwait, hasil tes DNA menyatakan bahwa ia berasal dari Sumatera, maka Puspa akan diserahkan kepada SOCP untuk melanjutkan proses rehabilitasi agar kelak Puspa dapat dilepasliarkan. “Kita semua berharap Puspa kelak bisa hidup di habitat alaminya, di hutan Sumatera.”

Puspa dan Moza yang direpatriasi dari Kuwait merupakan hasil penindakan terhadap upaya perdagangan satwa liar hasil kerja sama antara Bandara Internasional Kuwait yang sigap menghentikan penyelundupan, Kebun Binatang Kuwait yang telah memberikan perawatan terbaik kepada Moza dan Puspa, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuwait dan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) yang melakukan koordinasi yang cepat, bekerja sama dengan Yayasan BOS yang membantu pemulangan dan rehabilitasi, Taman Safari Indonesia dalam hal penyediaan karantina sementara, dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkmann yang membantu melakukan tes DNA, Sumatra Orangutan Conservation Programme (SOCP) untuk rehabilitasi dan reintroduksi Puspa, Jakarta Animal Aid Network (JAAN) dan maskapai Sriwijaya Air yang berkoordinasi dalam penyediaan pengangkutan orangutan secara gratis ke Sumatera dan Kalimantan.

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version