Film ‘Laut Bercerita’ Siap Diproduksi, Angkat Kembali Jejak Penghilangan Paksa 1990-an

JAKARTA, inibalikpapan.com – Novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori akan menjalani pengadaptasian jadi film panjang oleh Pal8 Pictures dan telah mereka umumkan dalam gelaran Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) pada 1 Desember 2025.

Sebelumnya, Laut Bercerita pernah hadir dalam versi film pendek pada 2017 dan tayang terbatas hasil penyutradaraan Pritagita Arianegara. Dalam versi panjang kali ini, film di bawah arahan sutradara Yosep Anggi Noen dan jadwalnya tayang di bioskop pada 2026.

Melansir Suara, jaringan inibalikpapan.com, Reza Rahadian mendapat kepercayaan memerankan tokoh utama Biru Laut, seorang aktivis mahasiswa yang terlibat dalam kelompok bernama Winatra dan menentang pemerintahan otoriter pada dekade 1990-an. Dalam novel, Laut menghilang di tengah gerakan demokrasi dan dugaannya kuat menjadi korban penculikan.

Peran Anjani, kekasih Laut kini digantikan Eva Celia. Anjani tergambar terus mencari kejelasan nasib Laut yang menghilang dengan membaca surat-surat yang ditinggalkan sang kekasih.

Dian Sastrowardoyo tetap terlibat dalam film versi panjang ini, namun sebagai Kasih Kinanti, tokoh ketua kelompok Winatra yang dikenal tegas dan memiliki peran penting dalam gerakan aktivis kampus saat itu.

Yunita Siregar memerankan Asmara Jati, adik Laut, yang turut menjadi salah satu sudut pandang utama cerita. Bersama keluarganya, Asmara bergabung dalam Komisi Orang Hilang dan aktif mengikuti Aksi Kamisan demi mencari keberadaan sang kakak.

Sementara itu, Arswendy Bening Swara berperan sebagai Arya Wibisono, ayah Laut, dan Christine Hakim sebagai ibu Laut. Keduanya digambarkan terus menunggu kepastian dengan keyakinan bahwa putra mereka masih hidup, meski kemungkinan terburuk tetap menghantui.

Film ini akan tetap menghadirkan karakter lain seperti Alex, Sunu, serta tokoh-tokoh berkaitan dengan jaringan naratama dan intel sebagaimana dalam novel.

Adaptasi Laut Bercerita menjadi film panjang kembali membuka ruang refleksi publik atas luka sejarah, penghilangan paksa, dan perjuangan keluarga korban yang hingga kini masih menuntut jawaban.***