Indonesia Dekat Bebas Buta Aksara, Tantangan Literasi Digital Jadi PR Baru

Penuntasan buta aksara masih menjadi pekerjaan rumah penting dalam perjalanan panjang pendidikan Indonesia. Pemerintah menegaskan komitmennya melalui berbagai strategi kolaboratif yang melibatkan sekolah, lembaga pendidikan nonformal, komunitas literasi, hingga dunia usaha (Foto: Dok Kemendikdasmen)

JAKARTA, Inibalikpapan.com – Penuntasan buta aksara masih menjadi pekerjaan rumah serius dalam pembangunan pendidikan nasional. Meski capaian penurunan angka buta aksara tergolong signifikan, pemerintah menegaskan bahwa tantangan literasi, terutama literasi digital, harus segera direspons dengan strategi kolaboratif lintas sektor.

Data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menunjukkan, dalam lima tahun terakhir angka buta aksara penduduk usia 15–59 tahun berhasil ditekan dari 1,71 persen pada 2020 menjadi 0,92 persen pada 2024.

“Angka ini menunjukkan tren positif, tetapi perjuangan kita belum selesai. Penuntasan buta aksara adalah tanggung jawab bersama untuk mencapai Indonesia bebas buta aksara,” tegas Dirjen Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus (Diksi PKPLK), Tatang Muttaqin

Menurutnya, kolaborasi menjadi kunci. Pemerintah melibatkan sekolah, lembaga pendidikan nonformal, PKBM, TBM, SKB, komunitas literasi, hingga dunia usaha untuk memperluas akses pendidikan keaksaraan. “Semua pihak harus bergerak, mengajak masyarakat melek baca dan sadar pentingnya literasi,” tambah Tatang.

Dari BOP Keaksaraan hingga Digitalisasi Pembelajaran

Direktur Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI), Baharudin, mengungkapkan bahwa tahun ini pihaknya menggelar sejumlah program strategis, mulai dari Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) Keaksaraan 2025, BOP Pemberdayaan Remaja dan Perempuan Dewasa, dukungan bagi relawan literasi, hingga Revitalisasi SPNF dan Digitalisasi Pembelajaran.

“Bantuan ini bukan sekadar memperkuat literasi dasar, tapi juga membekali warga belajar dengan keterampilan hidup praktis. Kami mendorong peran relawan, komunitas literasi, dan dunia usaha agar jangkauan program makin luas,” jelas Baharudin.

Lebih jauh, PNFI juga menyiapkan rangkaian peringatan Hari Aksara Internasional 2025 dengan tema Kesalehan Literasi Digital, Membangun Peradaban. Tema ini menekankan bahwa literasi di era digital tak lagi cukup berhenti pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, tetapi harus berkembang menjadi keterampilan memanfaatkan teknologi secara cerdas dan bertanggung jawab.

Literasi Digital sebagai Fondasi Peradaban

“Kerja keaksaraan adalah tanggung jawab kolektif. Melalui webinar, gebyar PNFI, hingga puncak HAI 2025, kami ingin membangun kesadaran bersama tentang literasi digital sebagai fondasi peradaban Indonesia yang maju,” pungkas Baharudin.

Pemerintah menargetkan Indonesia segera bebas buta aksara sekaligus melahirkan masyarakat literat yang cakap teknologi, kritis, dan produktif. Dengan demikian, literasi tidak hanya menjadi alat pembebasan dari kebodohan, tetapi juga modal utama menghadapi tantangan era digital. / infopublik.id

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses