Industri Rokok di Ujung Tanduk: Kenaikan Cukai Bisa Jadi Pemicu PHK Massal

Perokok / ilustrasi / hello sehat
Perokok / ilustrasi / hello sehat

JAKARTA, Inibalikpapan.com – Ribuan buruh di industri tembakau menghadapi ancaman nyata: kehilangan pekerjaan. Penyebabnya bukan sekadar penurunan daya beli masyarakat, melainkan kebijakan fiskal yang dianggap membebani pabrik rokok, yaitu rencana kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT).

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menuduh pemerintah sedang memaksakan kebijakan yang tidak seimbang. “Tarif cukai yang makin tinggi terus-menerus memukul industri tembakau,” ujarnya dilansir dari suara.com jaringan inibalikpapan.

Di tengah kondisi masyarakat yang ekonominya belum pulih, beban tambahan dari cukai bisa menjadi pemicu utama penutupan pabrik dan PHK massal.

Dampak Nyata

Perusahaan legal mulai merasakan tekanan berat dari biaya produksi yang meningkat, sementara produk ilegal merajalela dan seringkali dijual lebih murah tanpa pungutan cukai—membuat produsen yang taat regulasi sulit bersaing.

Buruh di pabrik tembakau legal menjadi posisi paling rentan: selain kemungkinan pemutusan hubungan kerja, mereka juga terpaksa menanggung kondisi kerja yang makin tidak stabil dan potensi kehilangan jaminan sosial.

KSPI khawatir jika kenaikan CHT diketok tanpa pertimbangan matang, banyak pabrik kecil dan menengah bisa gulung tikar terlebih dahulu, yang berarti kerugian sosial-ekonomi yang besar—bukan hanya hilangnya pekerjaan, tapi juga hilangnya mata pencaharian komunitas.

Kritik Terhadap Kebijakan Pemerintah

Said menolak argumen bahwa kenaikan cukai adalah satu-satunya jalan untuk meningkatkan penerimaan negara.

Menurutnya, pemerintah bisa lebih agresif memberantas rokok ilegal, yang bukan hanya mengurangi pendapatan negara tapi juga memicu persaingan tidak sehat terhadap industri legal.

Alih-alih menaikkan tarif secara terus-menerus, pemerintah seharusnya mempertimbangkan pemberian ruang (moratorium) untuk industri agar bisa beradaptasi.

Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Keuangan, memastikan bahwa pemerintah tidak akan menambah jenis pajak baru di 2026.

Strateginya adalah memperkuat kepatuhan pajak dan administrasi yang ada, bukan menerapkan beban fiskal baru. RAPBN‐2026 menargetkan penerimaan pajak Rp 2.357,71 triliun, tumbuh 13,51 persen dari tahun sebelumnya.

Alternatif & Saran

KSPI mengajukan beberapa opsi agar industri dapat tetap bertahan dan pekerja terlindungi:

Moratorium kenaikan tarif CHT selama 3 tahun, sebagai jeda agar perusahaan legal bisa menyesuaikan biaya dan merestrukturisasi operasionalnya.

Penerapan sanksi tegas terhadap rokok ilegal, termasuk penutupan perusahaan yang tidak membayar kewajiban cukai agar persaingan menjadi adil.

Upaya peningkatan efisiensi produksi dan dukungan kebijakan pemerintah untuk industri padat karya agar mampu menahan imbas kenaikan biaya.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses