BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – DPRD Balikpapan tengah mengkaji draft Perda
Perlindungan Perempuan Terhadap Tindak Kekerasan. Hal ini sebagai bentuk keprihatinan dan upaya mengerem
Kasus kekerasan terhadap perempuan cenderung mengalami peningkatan.

Salah satu kajian yang dilakukan DPRD Kota yakni menggelar Fokus Grup Diskusi terkait persoalan tersebut dengan melibatkan kalangan akademisi, masyarakat dan praktisi di Hotel Platinum (12/7/2018).

Ketua Komisi IV DPRD Balikpapan, Mieke Henny mengatakan perkembangan teknologi informasi juga berdampak negatif terhadap salah satu pemicu tindak kekerasan terhadap perempuan.

Menurutnya melalui gadget siapapun dapat mengakses dan menerima segala jenis informasi tanpa penyaringan seperti pornografi dan praktek kekerasan yang dimunculkan di dunia maya.

“Hal-hal yang tadinya saru atau tabu seperti pornografi dan praktik kekerasan, kini bisa diakses dengan mudah, malah dianggap biasa saja,” uja Mieke Henny disela diskusi kajian akademis atau FGD DPRD Balikpapan tentang Perlindungan Perempuan Terhadap Tindak Kekerasan yang dipandu Anggota DPRD Komisi IV Jhon Ismail, (12/7/2018).

Karenanya hal ini harus diproteksi oleh aturan main yang bisa melindungi kaum perempuan atau anak dari tindakan pelecehan maupun kekerasan.

“Kita tidak bisa menghindari keinginan seseorang untuk mendapatkan informasi dari sebuah perangkat yang canggih, tetapi harus bisa memproteksinya dengan peraturan,” tandasnya.

Karena itu Komisi IV perlu untuk memperjuangkan peraturan daerah yang ditargetkan rampung pada tahun ini. “Sekarang masih dalam tahap penyusunan dan ketika disahkan maka kita kawal terus implementasi regulasi itu,” tambahnya.

Selain berupa peraturan daerah, penguatan perlindungan perempuan terhadap tindak kekerasan juga dari segi anggaran. Terutama dalam memberikan pemahaman cara pikir dan pandang melalui sosialisasi kepada masyarakat terutama pemahaman kepada kaum perempuan agar memproteksi diri.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3KB) Balikpapan, Sri Wahyuningsih membenarkan jika kasus kekerasan terhadap perempuan mengalami peningkatan.

“Kategorinya macam-macam, ada kekerasan psikhis, kekerasan fisik, kekerasan seksual hingga penelantaran. Kami merasa miris tapi juga ada sisi positifnya, bahwa masyarakat sudah sadar untuk melaporkan,” Ucapnya.

Berdasarkan catatan DP3KB, kekerasan perempuan dan anak pada 2017 lalu sebanyak 161 kasus. Sedangkan di semester pertama tahun ini tercatat 34 kasus dengan korban terbanyak pada anak perempuan yang mencapai 21 kasus, terhadap perempuan dewasa terdapat 12 kasus.

“Kami juga terbantu dengan pemberitaan di media karena bisa saja korban enggan melapor. Begitu mendapatkan informasi, maka tim kami segera mendatangi korban untuk mau melapor ke P2TP2A,” ungkapnya.

Ironisnya banyak ditemukan pelaku tindak kekerasan itu adalah orang-orang yang terdekat dari korban. Sehingga saat ini perempuan termasuk anak-anak dituntut untuk lebih berhati-hati karena kekerasan bisa terjadi di mana saja dan kapan saja serta pelakunya bisa siapa pun.

“Langkah DPRD ini upaya untuk membentuk peraturan daerah dan itu artinya mereka juga peduli dalam mewujudkan komitmen daerah mengenai perlindungan perempuan,” jelasnya.

Untuk kekerasan fisik katanya menempati urutan pertama lalu disusul kekerasan seksual.

“Sebenarnya dinamis, setiap tahun ada kecenderungan bergeser karena pada 2017 lebih ke kekerasan fisik dan di 2016 paling banyak kekerasan seksual, ada 30 kasus,” tukasnya.

.

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version