Kemenag: 34,6 Juta Pernikahan Tidak Tercatat, Anak dan Istri Tidak Terlindungi Secara Hukum

Abu Rokhmad / Kemenag

DEPOK, Inibalikpapan.com – Direktur Jenderal Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag), Abu Rokhmad, menyoroti fenomena penurunan pencatatan pernikahan di kalangan anak muda Indonesia.

Meski pada tahun 2025 tercatat ada 1,5 juta pasangan yang menikah secara resmi, jumlah pernikahan yang tidak tercatat disebut jauh lebih tinggi.

Dalam kegiatan Bincang Syariah Goes to Campus di Universitas Indonesia (UI), Depok, Senin (29/9/2025), Abu Rokhmad mengungkapkan bahwa terdapat sekitar 34,6 juta pernikahan yang sah secara agama namun tidak tercatat secara negara.

“Sekitar 70 juta penduduk Indonesia saat ini berada pada usia menikah. Dari jumlah itu, ada 34,6 juta yang menikah tapi tidak tercatat. Nikah siri itu sah secara agama, tapi tidak tercatat di bumi, sehingga istri dan anak tidak terlindungi secara hukum. Kami ingin mendorong agar pernikahan tercatat di langit dan di bumi,” tegas Abu Rokhmad, dikutip dari laman Kemenag.

Risiko Pernikahan Tak Tercatat

Menurutnya, pernikahan yang tidak tercatat rawan menimbulkan masalah hukum, terutama bagi perempuan dan anak. Tanpa pencatatan resmi, hak-hak istri dan keturunan dalam hal warisan, pendidikan, hingga administrasi kependudukan bisa terabaikan.

Karena itu, Ditjen Bimas Islam mendorong generasi muda agar tidak hanya menikah secara sah menurut agama, tetapi juga memastikan prosesnya tercatat secara negara demi perlindungan hukum.

Acara Bincang Syariah Goes to Campus digelar oleh Ditjen Bimas Islam Kemenag sebagai rangkaian program Blissful Mawlid dengan tema Membumikan Shalawat, Merawat Jagat.

Selain di UI Depok, kegiatan serupa sebelumnya telah berlangsung di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan UIN Alauddin Makassar.

“Kehadiran kami di UI bukan hanya seremonial, tapi untuk membuka kolaborasi ke depan dalam riset, edukasi, dan dakwah yang berdampak nyata bagi umat,” ujar Abu Rokhmad.

Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah, Arsad Hidayat, menambahkan, program ini menjadi wadah efektif mempertemukan mahasiswa dengan ulama, akademisi, hingga influencer keagamaan.

“Kita ingin isu-isu agama tidak hanya dipahami secara tekstual, tetapi dikaitkan dengan problem lingkungan, sosial, dan kemanusiaan yang sedang kita hadapi bersama,” jelas Arsad.

Program Nikah Fest dan Kolaborasi Dakwah Digital

Sebagai bagian dari ikhtiar mengurangi praktik nikah siri, Bimas Islam juga meluncurkan program Nikah Fest di Masjid Istiqlal, Jakarta. Program ini memfasilitasi pasangan muda yang ingin menikah tetapi terkendala biaya.

“Ada 100 pasangan yang telah menikah melalui program ini. Bahkan BAZNAS juga membantu biaya usaha pasca menikah. Ini bagian dari ikhtiar menjaga generasi muda agar siap membangun keluarga sakinah,” ungkap Arsad.

Selain itu, Bimas Islam juga menggandeng komunitas masjid travelers dan sejumlah influencer untuk mengampanyekan konten positif tentang masjid di media sosial.

Kolaborasi dengan perguruan tinggi, termasuk UI, diharapkan memperkuat gerakan ini agar lebih mengakar di kalangan anak muda.

“Kita ingin mahasiswa tidak hanya cerdas secara akademis, tapi juga peduli lingkungan, sosial, dan keagamaan,” pungkas Arsad.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses