Kenapa Evakuasi Pendaki Brasil di Rinjani Sulit Gunakan Helikopter? Pengamat Ungkap Penjelasan Teknisnya
LOMBOK, inibalikpapan.com — Tragedi meninggalnya pendaki asal Brasil, Juliana Marins, di Gunung Rinjani menyisakan duka dan pertanyaan dari publik, terutama di media sosial. Banyak yang mempertanyakan mengapa tim SAR tidak langsung mengevakuasi korban menggunakan helikopter dari dasar jurang.
Melansir Suara, jaringan inibalikpapan.com, pengamat penerbangan Gerry Soejatman memberikan penjelasan teknis. Ia menjawab rasa penasaran publik. Gerry menegaskan bahwa evakuasi udara di ketinggian ekstrem seperti lokasi kejadian bukan perkara mudah.
“Kejadian lokasi ada di ketinggian 10.000 kaki, di mana korban jatuh di lereng ke ketinggian sekitar 9.400 ft,” jelas Gerry dalam unggahannya yang dikutip pada Rabu (25/6/2025).
Ketinggian itu setara lebih dari 2.800 meter di atas permukaan laut. Di ketinggian tersebut, udara jauh lebih tipis, sehingga mengurangi daya angkat baling-baling dan performa mesin helikopter.
Harus Stabil
Gerry kemudian menjelaskan bahwa untuk melakukan evakuasi menggunakan teknik hoisting (menurunkan atau mengangkat orang dari udara), helikopter harus bisa melayang stabil (hovering). Ada dua jenis hovering: Hover In Ground Effect (IGE) dan Hover Out of Ground Effect (OGE).
Hover IGE terjadi saat helikopter dekat dengan tanah datar, sehingga mendapat tekanan udara pantulan dari baling-baling. Namun, karena korban berada di lereng curam, manuver yang harus dilakukan adalah hover OGE.
“Kalau tidak hover IGE, ya harus hover OGE. Di sinilah kita ketemu masalahnya,” ujar Gerry.
Hover OGE membutuhkan tenaga mesin jauh lebih besar karena tidak mendapat bantuan tekanan dari permukaan tanah. Gerry menyebutkan, helikopter milik Basarnas seperti AW139 hanya bisa melakukan hover OGE maksimal di 8.130 kaki. Sementara AS365 hanya mampu sampai 3.740 kaki.
“Jadi di sini bisa kelihatan, heli BASARNAS tidak akan bisa melakukan hoisting rescue korban, mau cuacanya bagus sekalipun,” katanya.
Heli Black Hawk juga Tak Mampu
Ia juga membandingkan dengan helikopter militer seperti Black Hawk, yang hanya mampu hover OGE di ketinggian 6.200 kaki—tetap tidak cukup untuk menjangkau lokasi jatuhnya Juliana.
Mengenai evakuasi jenazah yang dilakukan dengan helikopter dari Pos Sembalun, Gerry menjelaskan bahwa lokasi tersebut hanya berada di ketinggian 3.000 kaki, jauh lebih rendah dan masih dalam batas aman operasi helikopter.
“Iya lah, Sembalun ketinggiannya cuman 3.000 ft,” jelasnya.
Namun ia menegaskan, “Tetap gak bisa rescue di lerengnya pakai heli ini juga.”
Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa keputusan tim SAR melakukan evakuasi darat yang memakan waktu berhari-hari adalah pilihan paling realistis dan aman, mengingat keterbatasan teknis helikopter yang ada di Indonesia saat ini.***
BACA JUGA
