BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Kehebatan Eduard Tjong mengolah si kulit bundar membuat dirinya selalu dipanggil ke tim nasional. Namun sayangnya, disaat turnamen penting, Edu justru dicoret dari tim nasional karena cedera ataupun sakit.

Lepas dari SMA Ragunan, Edu yang sudah berganti posisi sebagai gelandang serang langsung ditempatkan sebagai pemain inti Arseto, yang kala itu dilatih Wiel Coever dari Belanda. Sekitar 18 tahun dia menjadi tulang punggung Arseto. Edu, bersama Inyong Lolombulan dan Yunus Muchtar, jadi trio maut di lapangan tengah.

Pada era itu, hampir sebagian besar pemain Arseto menjadi pilar tim nasional. Edu mengantar Arseto menjadi juara Divisi Utama Galatama dan juga Piala Liga. Sukses di Arseto, Edu dipanggil memperkuat tim nasional yang akan mengikuti Piala Kemerdekaan.

Namun lelaki temperamental di lapangan ini terpaksa dicoret dari daftar pemain tim nasional pada 1985 karena cedera lutut. Dia terpaksa istirahat panjang hampir satu tahun untuk memulihkan kondisi. Setelah sembuh, dia kembali menempati barisan inti tim nasional.

“Tapi saat tim nasional dilatih Polosin, saat pemilihan pemain untuk SEA Games 1991, saya gagal, “ kata dia.“

Sakit tifus memaksa dia gigit jari saat teman-temannya berpesta setelah merebut medali emas SEA Games yang berlangsung di Manila tersebut. Malang-melintang di tim nasional, prestasi terbaik yang dia raih adalah ikut membawa tim nasional menjuarai King’s Cup 1987.

Meski temperamental, Edu bukanlah pemain yang suka bermain kasar ketika kalah adu teknik. Dia jarang mendapatkan kartu kuning, bahkan seingat, dirinya belum pernah menerima kartu merah.

Edu adalah satu dari sedikit pemain Indonesia yang gantung sepatu pada usia mendekati kepala empat. Setelah Arseto dibubarkan pemiliknya, dia masih sempat membela Persis Solo yang sedang berjuang naik kelas, sebelum akhirnya memilih jalan menjadi pelatih. Berbekal lisensi D dari PSSI, ia menambah ilmu kepelatihan ke Belanda pada 1999.

“Pertama kalinya menjadi pelatih adalah menangani Persikabo Bogor, menjadi asisten Sutan Harhara,” kata Edu. Kini, meski telah memperoleh segalanya dari sepak bola, masih ada satu yang ingin ia capai, ingin memiliki sekolah sepak bola (SSB) sendiri.

Menariknya, Edu rupanya pernah menjadi karyawan Bank Indonesia dengan penghasilan yang lumaya. Namun karna kecintaanya terhadap sepakbola, dan tidak terbiasa bekerja diruang AC , dia pun meninggalkan perusahaan plat merah tersebut, dan memilih kembali ke Kadipolo. Kadipolo dulunya adalah,  mes para pemain Arseto.

Kadipolo kini men jadi “rumah” beberapa mantan pilar Arseto Solo dan tim nasional diantaranya, Yunus Muchtar, Nasrul Kotto, Ricky Yakobi,  Inyong Lolombulan maupun Benny van Brekln, saat mereka bertandang ke Solo.

Sumber : berbagai sumber

 

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version