Kodam VI/Mulawarman Bangun Sistem Pertanian Terpadu, Wawali Balikpapan: Jadi Role Model

BALIKPAPAN, inibalikpapan.com Wakil Wali Kota Balikpapan, Bagus Susetyo, mengapresiasi langkah Kodam VI/Mulawarman yang membangun sistem pertanian terpadu atau Integrated Farming System di lahan seluas 90 hektare di wilayah Balikpapan Utara. Ia menyebut kawasan itu kini telah berkembang menjadi pusat agribisnis yang menyatukan peternakan, pertanian, dan perikanan dalam satu lokasi.

“Ini luar biasa, sudah menyerupai pusat agribisnis. Ada peternakan ayam, hortikultura, perikanan, dan sawah. Bahkan hasilnya sudah mulai terlihat, telur dari peternakan ayam sudah diproduksi,” kata Bagus saat meninjau lokasi, Kamis (3/7/2025).

Kodam VI/Mulawarman juga melibatkan kelompok tani lokal. Bagus menilai hal itu sebagai bentuk nyata pemberdayaan masyarakat, sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 22 Tahun 2025 tentang penguatan ketahanan pangan daerah.

“Yang saya banggakan, petani lokal terlibat. Ini bentuk nyata pemberdayaan. Kita tahu, ketahanan pangan menjadi isu strategis, sama pentingnya dengan ketahanan energi dan air. Presiden juga sudah menekankan setiap daerah harus mulai membuka lahan baru pertanian,” ucapnya.

Ia menjelaskan bahwa program pertanian terpadu ini akan berlangsung selama empat tahun dan akan berfungsi juga sebagai pusat edukasi tentang pertanian dan ketahanan pangan. Bagus berharap model ini bisa ditiru oleh wilayah lain yang masih memiliki lahan tidur, seperti Balikpapan Utara, Tritip, dan Lamaru.

“Wilayah-wilayah seperti Balikpapan Utara, Teritip, maupun Lamaru yang masih punya lahan belum produktif bisa belajar dari sini. Ini bisa jadi role model untuk mendorong munculnya petani milenial,” lanjutnya.

Menurut Bagus, penting bagi generasi muda untuk ikut terlibat dalam sektor pertanian agar tidak hanya kelompok usia tua.

“Anak-anak muda harus mau bekerja dan menghasilkan. Ini peluang besar,” tandasnya.

Masalah Inflasi Dipicu Hortikultura

Bagus juga menyinggung masalah inflasi daerah yang dipicu oleh harga komoditas hortikultura, terutama cabai, yang sempat menyentuh Rp100 ribu per kilogram. Ia menilai produksi lokal bisa menjadi solusi, tetapi perlu teknologi penyimpanan agar cabai tidak cepat busuk.

“Inilah pentingnya program seperti ini. Kalau kita bisa produksi sendiri sayur-mayur seperti cabai, kita tak perlu pasok dari luar. Tapi juga harus kita pikirkan soal masa simpan cabai yang hanya sekitar tiga hari,” ujarnya.

Bagus menyarankan pemerintah dan pelaku pertanian mulai memikirkan teknologi pascapanen seperti cold storage atau pengolahan menjadi produk turunan.

“Kita bisa siapkan semacam posterity atau pengolahan pascapanen agar komoditas ini bisa bertahan lebih lama dan tetap memberikan nilai ekonomi bagi petani,” tutupnya.***

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses