Komisi III DPR Sebut 99 Persen Substansi KUHAP Baru Berasal dari Aspirasi Publik

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman

JAKARTA, Inibalikpapan.com – Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa penyusunan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru bukan merupakan kehendak sepihak pemerintah maupun DPR.

Dia menyebut, 99 persen substansi dalam KUHAP hasil revisi tersebut berasal dari aspirasi publik, mulai dari akademisi, lembaga bantuan hukum, hingga organisasi masyarakat sipil yang selama ini mengawal reformasi peradilan pidana.

“Kalau ada yang mengatakan KUHAP ini tiba-tiba muncul dan tidak mendengar masyarakat, itu salah besar. Hampir seluruh isinya adalah rumusan yang datang dari publik,” ujar Habiburokhman dalam konferensi pers dikutip dari laman DPR.

Menurutnya, pembahasan dilakukan secara panjang, terbuka, dan melibatkan berbagai pihak, termasuk ICJR, MaPPI FHUI, LBH, akademisi fakultas hukum, hingga komunitas masyarakat sipil lainnya. Setiap pasal disebut telah melalui proses uji publik, dialog teknis, dan diskusi mendalam sebelum disepakati.

Habiburokhman juga meluruskan sejumlah informasi menyesatkan yang beredar di media sosial terkait KUHAP baru. Salah satu yang paling sering disalahartikan adalah anggapan bahwa aturan baru memperlonggar kewenangan aparat penegak hukum dalam penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan.

“Yang benar justru sebaliknya. KUHAP baru memperketat semua tindakan. Penggeledahan dan penyitaan kini wajib izin hakim, tidak bisa lagi dilakukan sembarangan. Dan itu semua berasal dari aspirasi masyarakat saat uji publik,” tegasnya.

Ia menyampaikan bahwa hak tersangka diperkuat secara signifikan. KUHAP yang baru mengatur keharusan pemberitahuan kepada keluarga, penegasan bukti permulaan yang jelas, serta persyaratan penahanan yang lebih ketat dan terukur.

Menurutnya, poin-poin ini merupakan tuntutan lama masyarakat sipil dalam mendorong peradilan pidana yang lebih akuntabel.

Habiburokhman menekankan bahwa Komisi III bekerja berdasarkan aspirasi rakyat, bukan kepentingan institusi mana pun. Karena itu, ia meminta publik menilai KUHAP berdasarkan naskah resmi, bukan poster atau unggahan provokatif yang beredar di media sosial.

“Kami terbuka terhadap kritik. Tapi kritik harus berdasar teks undang-undangnya. KUHAP ini lahir dari suara publik. 99 persen adalah aspirasi rakyat,” ujarnya.

Ia berharap KUHAP baru dapat menjadi fondasi kuat bagi reformasi sistem peradilan pidana, memperkuat perlindungan hak warga negara, serta menutup ruang penyalahgunaan kewenangan.

“KUHAP ini bukan milik pemerintah atau DPR. Ini milik masyarakat. Ini karya bersama untuk mewujudkan keadilan,” pungkasnya.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses