Kuasa Hukum Beberkan 7 Alasan Status Tersangka Nadiem Dinilai Tidak Sah

Tujuh Alasan Penetapan Tersangka Nadiem Dinilai Tidak Sah
Tujuh Alasan Penetapan Tersangka Nadiem Dinilai Tidak Sah. Foto: Tim Penasehat Hukum Nadiem Anwar Makarim

JAKARTA, inibalikpapan.com – Penetapan tersangka Nadiem Makarim menuai sorotan. Tim Kuasa hukumnya menegaskan, ada sederet pelanggaran prosedur yang membuat status hukum mantan menteri itu cacat sejak awal.

Tim kuasa hukum Nadiem Anwar Makarim resmi mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (23/9/2025). Perkara ini terdaftar dengan nomor 119/Pid.Pra/2025/PN.Jaksel.

7 Alasan Penahanan Tidak Kuat

Dikutip dari siaran pers, Senin (29/9/2025), Kuasa hukum Nadiem, Dr. Dodi S. Abdulkadir, menyebut ada tujuh alasan kenapa penetapan tersangka terhadap mantan Mendikbudristek itu dianggap cacat hukum.

Pertama, penetapan tersangka tidak didukung hasil audit kerugian negara dari BPK atau BPKP. Padahal, audit ini wajib ada untuk memastikan adanya kerugian nyata, sesuai syarat dalam Pasal 184 KUHAP dan putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014.

Kedua, audit BPKP dan Inspektorat terkait program bantuan peralatan TIK 2020–2022 justru menyatakan tidak ada kerugian negara. Laporan keuangan Kemendikbudristek 2019–2022 juga mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Ketiga, penetapan tersangka disebut cacat hukum karena tidak didahului dua alat bukti permulaan yang sah dan pemeriksaan calon tersangka. Bahkan, surat penetapan tersangka dan sprindik dikeluarkan di tanggal yang sama, 4 September 2025.

Keempat, Nadiem tidak pernah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Menurut Dodi, hal ini melanggar Pasal 109 KUHAP jo dan putusan MK Nomor 130/PUU-XIII/2015, sekaligus menghilangkan fungsi kontrol jaksa penuntut umum dan membuka peluang penyidikan sewenang-wenang.

Kelima, dasar tuduhan terhadap Nadiem terkait Program Digitalisasi Pendidikan 2019–2022 dianggap tidak jelas. Program itu disebut bukan nomenklatur resmi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) maupun kebijakan Kemendikbudristek. “Artinya, perbuatan yang disangkakan jadi kabur dan tidak cermat,” tegas Dodi.

Keenam, dalam surat penetapan tersangka, status Nadiem disebut sebagai karyawan swasta. Padahal, pada 2019–2024 ia masih menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Ketujuh, alasan penahanan Nadiem dinilai tidak kuat. Nadiem punya alamat jelas, bersikap kooperatif, dan sudah dicekal, sehingga kecil kemungkinan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti. Apalagi, ia sudah tidak lagi menjabat menteri.

“Dengan berbagai kejanggalan ini, jelas penetapan tersangka dan penahanan Nadiem tidak sah. Fakta ini penting diketahui publik agar penegakan hukum tetap fair, transparan, dan sesuai aturan,” pungkas Dodi.***

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses