BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com —  Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Tamariska memang tidak banyak orang yang mengetahui keberadaan apalagi soal kiprahnya.

LKSA Tamariska mungkin lebih diketahui oleh dinas sosial dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana kota Balikpapan. Lokasi berada di Kawasan Gunung Guntur, Kelurahan Gunung Sari Ulu, Balikpapan Tengah.

” Dulu nama dikenal panti asuhan sekarang diganti jadi Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana kota Balikpapan Sri Wahyuningsih saat mendampingi kunjungan media bersama Kementerian Perlindungan Perempuan adan anak dalam rangka Kota Layak Anak (KLA) di Balikpapan, belum lama ini.

Namun bukan soal diketahui atau tidak, yang terpenting keberadaan Tamariska Balikpapan didirikan Pendeta Samuel  Rizal (53)dan istri  Seane (49) pada tahun 2000 silam telah memberikan andil bagi perkembangan anak-anak Indonesia khusus Balikpapan terutama dalam kesempatan mereka mendapatkan perhatian, kasih sayang, pendidikan, pembinaan dan perlakuan yang sama sehingga menjadi pribadi yang mandiri dan berguna bagi sesama.

Samuel Rizal dan Seane

Seane bercerita  soal latar belakang berdirinya Tamariska yang didirikan bersama suaminya.  Saat itu masih terjadi kasus kekerasan di Sampit dan Ambon, banyak anak-anak yang terlantar. Disaat bersamaan juga terdapat Gerakan Nasional Orangtua Asuh (GNOTA).

Menurut Seane, suaminya kerap pergi kepedalaman Kaltim dan daerah-daerah untuk membantu membiayai anak yatim piatu namun dilihatnya anak-anak yang dibantu ini tidak mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang lebih baik saat dewasa sehingga mereka kurang berkembang.

” Dari situ bapak akhirnya membuka Tamariska bersama saya. Belum ada pekerja sosial lainnya waktu itu, ” ujarnya mengawali ceritanya. Mereka yang dititipkan juga ada yang rujukan dari  dinas sosial Balikpapan dan dinas sosial Samarinda, atau keluarga dan kerabat, rujukan dari LPA, LSM sekolah, posyandu.

Seiring perjalanan waktu,  LKSA Tamariska terus berkembang didukung pemda  dan masyarakat sekitar kantor serta relawannya. Saat ini terdapat 7 pengasuh dan beberapa relawan dengan 20 anak yatim piatu yang tinggal di lokasi ini. Anak-anak yatim piatu yang diasuh atau anak yang terlantar bukan hanya berlatar keluarga Kristen tapi juga ada yang beragam islam.

Mereka yang tinggal di LKSA Tamariska berusia mulai beberapa  bulan hingga SMA dengan asal muasal dari sejumlah kota seperti Manado,  Sulawesi Selatan,  Palu,  Papua,  Nias, Balikpapan  dan kota lainya.

Ita salah relawan pengajar menuturkan  anak-anak juga mendapatkan progam pendidikan PAUD. Bahkan mereka yang tergolong berkebutuhan khusus juga  disertakan dalam program PAUD. “Ada 10 anak yang ikut PAUD. Ya mereka tinggal disini. Campur pak se Indonesia ada dari Manado, Papua, Nias, Sulawesi. Ada yang punya orangtua ada yang ada orangtua tapi tidak mampu,” tutur Ita saat mengajar bersama rekannya.

Di LKSA Tamariska ini , anak yang  dirawat mulai dari usia bayi hingga dewasa. Anak-anak ini mendapatkan perlakuan yang sama berdasarkan tumbuh kembangnya.

” Mereka kita kasih pembinaan dan pendidikan ada yang dapat beasiswa. Ada yang sudah dewasa bahkan sudah kerja ada yang di Jakarta dan Malang ada juga yang melanjutkan kuliah, ” jelas Seane pengelola LKSA Tamariska.

Mereka yang sudah bekerja dan mandiri serta berpenghasilan ini ikut juga membantu kegiatan sosial Tamariska.  Menurutnya anak-anak yang dulu kecil kini dewasa, dan bekerja juga ikut berkontribusi bagi perkembangan adik-adiknya di LKSA Tamariska.

” Ada balik kontribusi ada yang tidak.  Kalau mereka sudah mampu biasanya mereka kembali berbagi kasih kemari,” tuturnya.  Banyak diantara mereka yang sudah besar dan bekerja,  ikut membantu adik-adiknya yang masih kecil di Tamariska agar mendapatkan pendidikan dan kehidupan yag lebih baik.

Febriyanto

Salah satu diantara Febriyanto (22) yang kini bekerja  sebagai anggota Kepolisian di Dit Samapta Polda Kaltim.

Febri menceritakan dirinya masuk di Tamariska sejak 204 silam saat berusia 7 tahun. Dia dititipkan paman yang tinggal di Jakarta  saat masih terlantar untuk menetap tempat yang dikelola pasangan Samuel Rizal dan Seane ini.

“Saya lepas dari sini saat ikut pendidikan di Kepolisian Polda Kaltim kalau nggak salah 2018 lalu,” ujarnya.

Febri ikut pendidikan bintara Polda Kaltim dengan menempuh pendidikan kepolisian selama setahun. Kemudian ditempatkan di Polda Kaltim di direktorat Samapta Sabara Polda Kaltim.

“Saya memang ingin punya andil buat adik-adik saya disini untuk melayani.  Saya dapat kepribadian, kerohanian, karena tidak mudah merubah tabiat anak jalanan yang buruk berubah seperti ini. Bapak ini (pak Rizal) butuh waktu lama akhirnya saya bisa berubah,” tuturnya.

Selain itu juga penting pendidikan yang diperoleh meski tinggal di asarma namun dia tetap mendapatkan pendidikan formal. “Sampai lulus akhirnya bisa diterima di Masyarakat dan bekerja di Samapta Polda Kaltim,” tukasnya. 

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version