BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Era now, jurnalis sebagai bagian dari pilar keempat demokrasi juga harus memiliki pengetahuan, dan budaya sadar pentingnya bukan hanya menulis berita dengan memperhatikan prinsip-prinsip keamanan siber untuk dirinya namun juga kepada masyarakat.

membangun budaya keamanan siber menuntut peran semua pihak termasuk kalangan pers. karena itu kalangan jurnalis juga harus sadar, memahami lalu menerapkan pola pikir dan prilaku berbudaya siber yang aman, bertanggungjawab, produktif, dan tidak menimbulkan persaoalan di masyarakat.

Senior Information Security Consultant Xecure IT Gildas Deogrant Lumy mengatakan membangun keamanan siber bukan hanya dibutuhkan kesadaran saja tapi juga membutuhkan pemahaman implementasi terutama menyangkut pola piker dan prilaku dalam menulis di dunia maya. sebab ada implikasi hukum yang menanti jika kita tidak hati-hati dalam menggunakan media sosial.

Gildas mencontohkan budaya keamanan siber dengan cara mempertanyakan dulu kepada diri sendiri bahwa apakah informasi ini benar. lalu apakah informasi yang disebar akan berbuah kebaikan atau keburukan serta apakah informasi yang akan disebar ini bermanfaat bagi yang membaca. konsep ini seperti yang pernah ditelurkan Filsub Yunani Socrates.

“Saya senang PHM menggangkat tema ini dikalangan teman-teman media. Disini rulenya kita dalam era dalam jaman now. Ada 3 filter konsep Socrates sebelum berbagi informasi yakni apa itu Benarkah? Apakah baik? Dan apakah berguna. Utamakan : peradamaian, persahabatan dan persaudaraan,” bebernya dalam diskusi Pertamina Hulu Mahakam dengan wartawan Kaltim di Balikpapan (15/3/2018).

Dia menyebutkan sangat sedikit orang yang paham dirinya adalah informasi sehingga dia mengumbar infromasi dirinya kepada public di dunia maya.

“Kalua mau aman kita terapkan konsep kehidupan nyata kita pakai ke dunia maya. ada rule, moral yang mengikat kita dalam kehidupan nyat begitu pula dengan dunia maya,” tandasnya.

Gildas yang juga mantan Karyawan Total Indonesie ini menilai, dalam dunia maya ini banyak orang yang menggumbar dirinya kepada public baik secara sadar maupun tidak sadar. Padahal kondisi ini rentan digunakan orang lain untuk berbuat kejahatan seperti perampokan rumah kosong.

“Kalau penjahat dulu muter-muter dulu (TO) sebelum melakukan kejahatan tapi sekarang ini tinggal mantau di status facebook atau grup WA. ini dimanfaatkan orang jahat untuk berbuat kejahatan. Di Inggris 5-6 tahun lalu kalau terjadi perampokan rumah tapi karena pemilik rajin selvie maka perusahaan asuransi tidak berhak ganti rugi,” ujarnya mencontohkan.

Pada kesempatan diskusi juga menganggkat tema lain Aturan Hukum Pidana dan UU ITE terkait Pemberitaan dan Kode Etik Jurnalistik. Sesi ini dibawakan Direktur Eksekutif Lembaga Pers Dr Soetomo, Hendrayana.

Dalam pemaparan Hendrayana memberikan pembekalan bagaimana seorang jurnalis untuk menghindari jeratan hukum dalam penulisan berita. Diantaranya berita harus seimbang, narasumber harus jelas dan upayakan bukan sumber anonim, sumber berita kredibel, menghindari pencampuradukan opini dan fakta.

“Apabila terjadi kekeliruan segera lakukan ralat karena ini akan membantu,” tandasnya.

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version