Menko Yusril Ingatkan TNI: Kritik di Medsos Bukan Alasan Kriminalisasi, Dialog Harus Jadi Jalan Utama

Yusril Ihza Mahendra
Yusril Ihza Mahendra / hops.id

Jakarta, Inibalikpapan.com – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa penyelesaian persoalan antara TNI dengan pegiat media sosial Ferry Irwandi sebaiknya ditempuh melalui dialog terbuka, bukan jalur hukum pidana.

“Pidana adalah ultimum remedium, artinya jalan terakhir. Selama ada ruang dialog, lebih baik ditempuh terlebih dahulu,” tegas Yusril dalam keterangannya, Kamis (11/9/2025).

Kritik Harus Dipandang Sebagai Hak Konstitusional

Yusril menekankan pentingnya sikap bijak TNI dalam menyikapi berbagai tulisan Ferry di media sosial. Jika konten tersebut merupakan kritik konstruktif, maka hal itu termasuk kebebasan berpendapat yang dijamin UUD 1945.

Menurutnya, mengedepankan keterbukaan dan prasangka baik akan lebih sehat bagi demokrasi ketimbang membawa persoalan ke ranah hukum yang justru berpotensi memperlebar jarak antara rakyat dan institusi negara.

Konsultasi Laporan Pencemaran Nama Baik

Sebelumnya, Komandan Satuan Siber (Dansatsiber) Mabes TNI Brigjen TNI Juinta Omboh Sembiring mendatangi Polda Metro Jaya untuk mengkonsultasikan rencana pelaporan Ferry terkait dugaan pencemaran nama baik institusi TNI.

Namun, pihak kepolisian mengingatkan bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), institusi tidak bisa menjadi pelapor dalam kasus pencemaran nama baik. Pelaporan semacam itu hanya bisa dilakukan oleh pribadi yang merasa dirugikan.

“Menurut putusan MK, institusi tak bisa melaporkan. Harus pribadi kalau pencemaran nama baik,” jelas Wakil Direktur Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, Selasa (9/9/2025).

Nama Ferry Jadi Sorotan Publik

Nama Ferry Irwandi, CEO Malaka Project, menjadi perbincangan luas setelah disebut dalam hasil patroli siber TNI yang menilai ada dugaan tindak pidana dalam salah satu kontennya. Kasus ini memicu perdebatan di ruang publik, terutama soal batasan kritik, kebebasan berekspresi, dan sikap aparat negara dalam menghadapi suara berbeda.

Kasus ini menjadi ujian penting bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam menjaga keseimbangan antara penegakan hukum, perlindungan institusi negara, dan kebebasan sipil.

Jika TNI memilih jalur pidana, risiko kriminalisasi kritik akan membayangi. Sebaliknya, bila dialog ditempuh, pemerintah bisa menunjukkan komitmen terhadap demokrasi yang sehat dan partisipatif. / infopublik.id

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses