Menyoroti Tradisi Uang Panai, Film ‘Jodoh 3 Bujang’ Segera Hadir di Bioskop Juni 2025
JAKARTA, inibalikpapan.com – Rumah produksi Starvision kembali mengangkat kisah nyata ke layar lebar lewat film Jodoh 3 Bujang. Film ini terinspirasi dari fenomena sosial di Makassar dan resmi merilis trailer perdananya di Epicentrum XXI, Kuningan, Jakarta, Senin (26/5).
Produser Chand Parwez menyebut film ini sarat muatan penting yang perlu dihadirkan ke layar sinema. “Ini adalah kisah nyata dan ini menarik sekali. Ada muatan-muatan esensial yang butuh kami bawa ke sinema Indonesia,” ujar mengutip dari Suara, jaringan inibalikpapan.com.
Film Jodoh 3 Bujang mengisahkan tiga bujang bersaudara—Fadly (Jourdy Pranata), Kifly (Christoffer Nelwan), dan Ahmad (Rey Bong)—orang tua mereka meminta untuk menikah secara bersamaan alias nikah kembar demi menghemat biaya.
Namun, konflik muncul ketika calon istri Fadly menjalani perjodohan dengan pria lain yang lebih mapan. Sehingga Fadly harus segera mencari jodoh pengganti agar pernikahan tetap terlaksana.
Terinspirasi Kisah Nyata
Sutradara sekaligus penulis skenario, Arfan Sabran, mengaku terinspirasi dari kenyataan yang ia saksikan langsung di kampung halamannya. Ia menyebut pergeseran makna uang panai—tradisi pemberian dari calon pengantin pria kepada pihak perempuan—menjadi persoalan yang makin terasa di era modern.
“Uang panai ini sudah bergeser maknanya di era flexing zaman ini,” kata Arfan.
Dalam trailer film, tergambar jelas bagaimana karakter Fadly harus merelakan kekasihnya bersama pria lain yang sanggup memberi uang panai lebih tinggi.
Arfan juga menyoroti maraknya praktik nikah kembar sebagai solusi menghadapi tekanan ekonomi di Makassar. Tradisi tersebut memungkinkan dua atau lebih pasangan yang masih memiliki hubungan kekerabatan menikah dalam satu upacara adat untuk menghemat biaya.
“Nikah kembar itu kemudian jadi solusi untuk sebuah tekanan ekonomi yang ada di Makassar,” ujarnya.
Arfan mulai memikirkan ide cerita ini sejak 2019. Namun, ia dan tim produksi baru bisa merealisasikan film setelah melewati masa pandemi Covid-19. Produser Chand Parwez mengenang, “Mas Arfan bilang, ‘Pak, kalau film ini dibuat oleh bapak, saya sudah senang karena kearifan lokal Makassar bisa diangkat menjadi sebuah film’.”
Arfan membungkus kisah ini dengan gaya drama komedi keluarga agar pesan sosial tetap terasa ringan dan bisa menjangkau lebih banyak penonton. “Jadi, bagaimana mereka merespons tradisi, zamannya, dalam bentuk drama komedi. Saya mencoba nuansa baru juga,” kata Arfan.***
BACA JUGA
