MK Putuskan SD-SMP Negeri dan Swasta Gratis, Pemerintah Diminta Cermat Jalankan Aturan

Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian / DPR
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian / DPR

BALIKPAPAN, inibalikpapan.com — Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan kewajiban negara menjamin pendidikan dasar dan menengah pertama secara gratis menuai perhatian publik.

Pemerintah pun diminta tidak gegabah dalam menerjemahkan putusan tersebut ke dalam kebijakan. Agar tidak memicu kesalahpahaman sekaligus tetap menjaga keseimbangan peran sekolah swasta dalam dunia pendidikan.

Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menegaskan hal ini. Ia bilang meskipun prinsip pendidikan gratis merupakan amanat konstitusi, implementasinya harus mempertimbangkan beragam hal. Seperti kondisi fiskal negara, kapasitas daerah, serta keterlibatan masyarakat dan sekolah swasta.

“Putusan MK itu wajib dilaksanakan. Tapi pemerintah perlu cermat dalam merumuskannya menjadi kebijakan teknis. Harus ada kalkulasi anggaran yang matang, dan jangan sampai menimbulkan interpretasi bahwa seluruh bentuk pendidikan. Termasuk yang bersifat premium, harus dibiayai negara,” ujar Hetifah.

Hetifah menjelaskan bahwa banyak orang tua secara sadar memilih sekolah swasta yang menawarkan layanan lebih seperti kurikulum internasional dan fasilitas modern.

“Itu adalah pilihan yang sifatnya personal untuk kualitas lebih. Negara tidak wajib menanggung biaya pendidikan yang bersifat premium,” jelasnya.

Namun, Hetifah juga menyoroti keterbatasan daya tampung sekolah negeri di sejumlah daerah, termasuk Balikpapan. Ini yang membuat banyak orang tua menyekolahkan anak ke sekolah swasta bukan karena pilihan, melainkan keterpaksaan.

“Setiap tahun ada sekitar 15 ribu lulusan SD di Balikpapan, sementara daya tampung SMP negeri hanya sekitar 10 ribu. Artinya ada 5 ribu anak yang harus masuk sekolah swasta. Di sinilah negara harus hadir,” ungkapnya.

Perlunya Kolaborasi

Ia menyebut kolaborasi antara pemerintah daerah dan sekolah swasta sebagai solusi untuk mengatasi kesenjangan tersebut. Ia mencontohkan Program Pendidikan Terpadu Berbasis Bantuan (PTBB) yang mulai berlaku di Balikpapan.

“Beberapa sekolah swasta dilibatkan untuk memperkuat sistem zonasi, dan diberikan bantuan operasional. Ini bentuk kehadiran negara agar anak-anak dari keluarga kurang mampu tetap mendapatkan akses pendidikan yang layak meskipun di sekolah swasta,” katanya.

Hetifah juga mengingatkan agar pemerintah tidak mengambil alih seluruh pembiayaan pendidikan tanpa seleksi. Menurutnya, negara harus tetap menjaga peran strategis lembaga pendidikan swasta.

“Swasta hadir karena negara belum mampu menjangkau seluruh wilayah. Di daerah-daerah terpencil, banyak sekolah dari yayasan keagamaan seperti Muhammadiyah, NU, dan lembaga Kristen. Jangan sampai semangat gotong royong dan inisiatif masyarakat justru mati karena semua di-take over oleh negara,” tegasnya.

Ia menilai dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) belum cukup untuk menjamin kualitas layanan pendidikan. Hetifah mengingatkan agar pemerintah merancang skema pembiayaan yang lebih terstruktur.

“Kalau hanya mengandalkan dana BOS, kualitas layanan bisa di bawah standar. Apalagi jika sekolah tidak memiliki sumber pendanaan lain. Maka sekolah bisa hanya sekadar cukup, bukan unggul,” ujarnya.

Ia mengusulkan agar pemerintah mengklasifikasikan sekolah swasta berdasarkan peran sosial dan kebutuhan.

“Harus ada klasifikasi. Mana sekolah swasta yang memang layak menerima subsidi karena mendukung akses pendidikan, dan mana yang tidak, karena memang segmennya berbeda. Ini penting agar keadilan tetap terjaga,” pungkasnya.***

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses