BOGOR, Inibalikpapan.com — Munas Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) menghasilkan kesepakatan Otto Hasibuan sebagai ketua umum periode 2020-2025. Munas ke III ini dilakukan secara virtual dan diikuti oleh 135 dewan pimpinan cabang (DPC) PERADI yang terbagi dalam 91 zona.

“Munas ini melibatkan 1153 peserta dari jumlah utusan yang terdaftar 1.178 orang. Ada tiga DPC yang tidak mengikuti karena terkendala akses internet,” kata Ketua Panitia Munas Sutrisno.

Sutrisno mengatakan sebanyak tiga kandidat dicalonkan sebagai Ketua Umum PERADI. Peserta selanjutnya diberikan kertas suara untuk memilih salah satu dari tiga calon ketua umum dan dimasukan dalam kotak suara di masing-masing tempat pemungutan suara di tempat DPC masing-masing dan di hitung.
“Lalu rekapannya dikirim ke ruang munas dan disaksikan bersama perhitungan secara keseluruhan,” tambah Sutrisno. 

Dari hasil perhitungan akhir, Prof. Otto Hasibuan menak telak dengan memperoleh suara 1027. Sementara kandidat lainnya yaitu Ricardo Simanjuntak memperoleh jumlah suara 36 dan Charles E. Silalahi dengan jumlah suara 58. Adapun jumlah yang abstain sebanyak 31 orang dan tidak sah sebanyak satu orang karena kertas suaranya rusak. 

“Terpilihnya Otto Hasibuan sebagai ketua umum berjalan sangat demokratis dimana selurus peserta munas menggunakan hak suaranya untuk memilih,” kata Sutrisno lagi.

Ketua Umum Peradi terpilih Otto Hasibuan mengaku mempunyai tugas yang berat untuk menyatukan kembali organisasi advokat dalam satu wadah tunggal PERADI-seperti yang telah diamanatkan oleh undang-undang.

Ia berujar awal-awal terbentuk Peradi, banyak organisasi advokat dan bisa disatukan. Bahkan, pihak luar negeri menilai PERADI bak anak ajaib karena kiprahnya dalam penanganan masalah hukum di Indonesia. Ini terbukti, beberapa lembaga advokat dari luar negeri melakukan studi banding ke PERADI. 

“Saya berharap, kita dapat menyerukan kembali fungsi advokat menjadi ‘primus inter pares, best of the best’ untuk menaikkan kembali marwah advokat yang sangat ini sangat memprihatinkan. Bahkan, bisa saya katakan sudah sampai di titik nadir sepanjang sejarah profesi advokat berdiri,” kata Otto.  

Otto mengatakan hampir seluruh dunia menganut single bar dalam sistem hukum di negaranya dan hanya sedikit yang terapkan multi bar dan hanya ada beberapa negara yang menganut multi bar. Kemudian ketika pembuatan UU Advokat No. 18/2003, tidak ada isu single bar atau multi bar, karena semua sepakat memakai single bar.

“Single bar paling pas di Indonesia. Sayangnya, karena sekarang sudah banyak OA, maka sejumlah advokat senior pun ikut-ikutan mendukung multi bar, kata Otto. 

“Sekarang ada dua persoalan menyatukan PERADI dan Organisasi Advokat diluar PERADI yang berjumlah 38 buah,” ujar Otto menambahkan.

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version