BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com,—Usianya sudah 67 tahun, namun jari-jari tangannya masih kuat untuk mengerjakan memperbaiki sepatu rusak. Keahlianya sudah sangat terasah karena sejak 1973, profesi sebagai tukang sol sepatu sudah digelutinya. Setiap hari pukul 08.00-17.00 wita, pakde panggilan akrabnya menjalani profesinya.

Kakek empat cucu dari satu anak ini, masih setia mengerjakan profesi sebagai tukang sol sepatu yang digeluti selama 41 tahun hingga saat ini.

“Sekarang sudah ngak terlalalu kuat tenaganya, tangan  ini. Dulu lagi muda masih bisa perbaiki 25 pasangan sepatu/sandal. Sekarang ini paling 15-18 pasang saja. sekarang sudah agak lambat,” ceritanya dengan jari-jari yang besar dan kapalan.

Di jejeran lapak gedung ACC di  jalan Gajah Mada sampaing Hotel Bahtera, hanya ada tiga lapak sol sepatu yakni milik supardi (67), Sutrisno (65) dan Ropik (29). Semuanya berasal dari daerah Solo, Jawa Tengah.  Ropik tukang sol sepatu yang paling muda. Hanya ada tiga tukang sol sepatu yang bertahan seiring waktu dan perubahan.

“ Si Ropik itu gantikan bapaknya  karena katarak mata bapaknya,” ujarnya.

Pakde mengaku telah banyak langganan yang dilayani baik dari pegawai sekitar, ibu rumah tangga, pekerja maupun pelajar. Dulu saat tahun 73, belum seramai saat ini. Hotelpun yang ada baru hotel Balikpapan. Sedangkan Benakutai baru sektiar tahun 77. Namun perkembangan kota yang pesat, membuatnya makin kewalahan menangani perbaikan sepatu. Kadang jika tidak sanggup, order diberikan kepada rekan sebelahnya yang masih jauh lebih muda.

Diapun tidak lagi ngoyo untuk mencari lebih banyak keuntungan dari memperbaiki sepatu-sepatu ini. Menurutnya usai, tenaga dan waktu sudah menggrogoti setiap orang yang masuk dalam  massa senja. Jika dirasa lelah, mbah memilih untuk istrirahat “ memang ngak ada libur hari tertentu. Liburnya kalau kita lagi cepak aja. Kayak tanggal merah (natal) kemarin saya libur. Itu aja banyak yang telpon  nyari-nyari saya minta disol sepatu. Tapi saya bilang lagi capek sekali,” tuturnya.

Pendapatan Perhari Rp300 ribu

Meski bergelut pada sepatu dan sandal, namun profesi ini cukup menjanjikan. Pantas saja pakde, tetap setia menggeluti usaha ini. Sol sepatu menurutnya telah memberikan penghasilan yang cukup bagi istri dan anaknya.

Sekarang ini,  perhari minimal pendapatan Rp300 ribu bisa dikantongi pulang. Itupun sudah dipotong uang makan saing dan ngopi.  Bagi pelanggan yang datang, ongkos yang dibayarkan terbilang murah dari mulai Rp10.000 hingga 25 ribu. Jika mengganti alas sepatu, biayanya sekitar Rp80 ribu.

Memang terbilang murah untuk perbaikan sol sepatu ini.  Maklum lokasi yang ditempati Mbah bersama dua rekanya sejaka 1973 sampai sekarang ini tidak dipungut sewa tempat. Lokasinya pun strastegis karena berada disekitar simpang Jendral Sudirman Jalan Gajah mada. Tak heran, pakde pun kerap kewalahan menerima order. Tak jarang diapun tidak segan menolak order karena masih banyak pesanan perbaikan yang belum diselesaikan.

Dari sisi kemanusian, memang harus diakui, masyarkaat kota Balikpapan yang pamrih ini, tak jarang banyak pelanggan setia yang memberikan ongkos lebih. Karena hasil pekerjaan yang dinilai rapi, dan memuaskan. Kepercayaan  kualitas pekerjaan inilah yang senantiasa dijaga agar pelanggan tidak kecewa. “ Makanya sekarang ini ngak ngoyo ngejar semuanya dikerjakan. Paling semampu kita saja berapa bisa dikerjakan. Kasian juga kalau buru-buru hasilnya ngak bagus. Kan kasian pemilik sepatu,” ujarnya memberi kiat.

Untuk keperluan makan siang, Mbah juga kerap memperhatikan kondisi tubuhnya yang sudah menua. Namun dia kerap makan di warung padang.  Tapi dia mengingatkan untuk menjaga kondisi perutnya, bumbu santan dan kuah padang tidak disantapnya.  “ Paling makan ikan atau ayam. Kering saja  makanya ngak pakai santan,” katanya.

Dipusat kota, perbaikan sepatu juga dapat dilihat di bilangan Jendaral Sudirman bilangan kantor pos. Dikawasan terdapat kurang lapak sol sepatu. “ kalau di pos itu yang paling tua itu Sabirin. Kalau itu duluan sejak 19

6:46:11 AM

70 sudah ada,” ungkapnya. Namun sekarang di kawasan kantor pos inipun, tukang sol sepatu usianya relatif muda antara kisaran  30-50 tahun. Kalaupun ada, biasaya sudah diwariskan kepada keturunan atau saudaranya.

Insyaallah mau naik haji

Pakde Supardi secara terbuka mengaku jika penghasilan bersih perbulanya mencapai Rp6 juta rupiah. Uang sebesar itu sudah masuk dalam rekening tabungan perbulanya. Semua kebutuhan makan minum, listrik, air dankebutuhan lainya ditutupi dari usahanya sebagai tukang sol sepatu. “ Ya Rp6 juta itu yang kita simpan dibank. Ya ada rencanaya Insyaallah mau naik haji bersama istri tahun 2018,” ceritanya bersemangat.

Bapak yang tinggal di kawasan pasar Baru ini, Klandasan ini, sangat bersyukur bisa memiliki  keahlian ini. Diapun mengaku ada keponakan yang mungkin bisa menggantikan posisinya jika dijinkan menunaikan haji.

“ Kalau anak kan di Surabaya sudah berkeluarga. Jadi kemungkinan yang gantikan sementara ya ada ponakan. Biasanya memang pekerjaan ini diturunkan ke anak atau ponakan,” ucapnya.

Namun seiring perkembangan jaman dan majunya dunia pendidikan, pekerjaan sol sepatu atau bertani. Tidak lagi bisa diturunkan begitusaja . Karena sebagai orangtua ingin anak-anak sekolah yang tinggi.   Anak-anak diarahkan untuk lebih memilih pendidikan ketimbang pengalaman. “ Makanya era gestapo itu, orangtua belum melihat pendidikan itu penting. Sekarang ini berbeda, orangtua pentingkan pendidikan, berapapun biaya biasanya diusahakan,” katanya.

Meski tangan-tanganya   harus kotor dan banyak duduk karena pekerjaan bergelut pada sepatu rusak, soal uang kata Pakde bukan sesuatu yang harus dikhawatirkan dimasa senjanya.

Dia mengaku rizki yang diperolehnya karena semua datang dari Allah SWT “ Kita harus banyak menanam kebaikan. Toh kalau dari muda kita tanam maka akan ada sesuatu yang panen nantinya. Kalau ngak nanem apa yang mau dipanen,” katanya berfilosiofi.

Biasanya setiap mengerjakan perbaikan sol sepatu, ongkos pakde mendapat ongkos lebih. Dari ongkos lebih itulah, uang disimpan dan dikumpulkan. Uang yang dimiliki bahkan kerap digunakan untuk membantu tetangga, kerabat yang membutuhkan. “ sepanjang saya bisa bantu ya ta bantu,” tuturnya.

Untuk biaya haji pun kata pakde sudah siap, tinggal keberangkatan fisik. Dari cerita pakde, uang haji ini sebagian diperoleh  dari menjual tanah seluasa 10×12  meter di Kampung timur seharga Rp50 juta pada 2011 lalu. “ waktu itu saya belinya hanya Rp1,5 juta tahun 1997. Nyicil dua tahun. Satu bulan saya jual eh katanya ada yang nawar Rp125 juta,” katanya.

Selebihnya, uang haji ditutupi dari penghasilanya mengesol sepatu. Baginya sudah jadi pilihanya  dan ketetapan hatinya bahwa  sol sepatu menjadi bagian hidupnya yang dicintai selama puluhan tahun  bahkan hingga tubuhnya sudah tidak lagi bertenaga. Hanya waktu yang bisa memisahkan profesi ini dengan sepatu dan sandal rusak.(Andi A)

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version