BALIKPAPAN,Inibalikpapan.com – Pedagang  Pasar Inpres minta agar besaran retribusi yang dikenakan oleh Pemerintah Kota Balikpapan diturunkan.

Hal itu karena besaran retribusi yang dikenakan sebesar Rp 235 ribu cukup memberatkan. 

Para pedagang mengusulkan agar besaran retribusi pasar yang dikenakan dapat diturunkan sebesar 50 persen.

Abidin, salah seorang pedagang permata di Pasar Inpres menyampaikan bahwa omzet penjualan terus menurun selama beberapa tahun belakang. Kondisi ini diperparah dengan pandemi Covid-19.

“Jauh turunnya, jauh sekali, karena aku sudah merasakan sekitar tujuh tahunan lah, yang parahnya di tambah tiga tahun dikarenakan pandemi Covid-19 ini,” ucapnya kepada wartawan, Kamis (19/1/2023).

Dulu, kata dia, siklusnya itu banyak pengunjung yang datang membeli batu permata, sekarang tidak seperti itu lagi. 

“Kalau dulu laris semua biar kerajinan batu, dulu aja tas-tas manik pasti di bawa orang lewat pesawat. Sekarang siapa lagi, karena pesawat sudah mahal, bagasi mahal aduh tambahnya lagi,” cetusnya.

“Kita kalau penjual dulu minimal paling rendah dari target 60 persen, ini nggak ada lagi persen-persenan kalau dapat ya dapat kalau nggak ya nggak, yang penting bertahan sudah,” tambahnya.

Dikatakannya, untuk peminat batu permata itu masih ada batu mulia, seperti blue safir, kecubung, dan merah ruby, tapi harga tidak bisa mahal kayak dulu lagi sampai jutaan. Untuk sekarang, sesuai bujet orang. 

“Artinya sudah turun, pembeli sudah daya belinya tidak bisa lagi yang mahal hanya standar bawah aja, itu pun sudah susah juga,” ujarnya.

Oleh karena itu, ia mengharapkan agar Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan turut menurunkan retribusi pasar, yang dinilai Rp235 ribu cukup memberatkan di jaman sekarang.

“Itu belum beban sewa ruko. Kalau bagian yang di dalam mungkin Rp150 ribu. Tapi retribusi ini kita berharap ada kebijakan pemerintah minimal 50 persen kah,” imbuhnya.

Begitu pula penjual batu permata lainnya, Syamsul Bahri mengaku hal serupa. Menurutnya pembeli yang berkunjung di Pasar Inpres Kebun Sayur ini lebih banyak dari laur daerah sebagai sovenir.

“Kalau berharap ke penduduk lokal susah mas, saya aja kalau ada pembeli misalnya dari Malaysia, saya tukarkan nomor sapa tau ada rekannya yang beli jadi tinggal kontak ke saya. Kalau dari pengunjung mungkin hanya lewat, jarang-jarang ada yang mau beli baru akik,” pungkasnya.

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version