Pemkot Harus Tuntaskan Masalah Banjir dan RTH Secara Terpadu, Pengawasan Pengembang Jadi Kunci

Banjir yang terjadi di kawasan MT Haryono Balikpapan Selatan beberapa waktu lalu. (Foto:Dani/Inibalikpapan.com)

BALIKPAPAN,Inibalikpapan.com — Masalah banjir dan keterbatasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) kembali menjadi sorotan publik. Pengamat kebijakan publik asal Balikpapan, Hery Sunaryo, menilai bahwa kedua isu tersebut saling berkaitan erat dan membutuhkan langkah konkrit serta komitmen kuat dari Pemerintah Kota Balikpapan untuk dituntaskan secara menyeluruh.

Dalam keterangannya, Hery menyebut banjir sebagai “isu klasik” yang terus berulang setiap musim hujan. Namun hingga kini, ia menilai belum ada penanganan yang benar-benar menyentuh akar persoalan.

“Normalisasi drainase dan pelestarian daerah resapan air harus menjadi prioritas. Kalau itu tidak diperkuat, maka solusi yang ada hanya tambal sulam,” ujarnya, Selasa (24/6/2025).

Menurut Hery, secara topografis, Kota Balikpapan memiliki karakteristik unik karena terbagi atas kawasan hulu, tengah, dan hilir. Di wilayah hulu, terdapat Hutan Lindung Sungai Wain yang luasnya mencapai 9.000 hingga 10.000 hektare. Ia menilai, kawasan ini merupakan satu-satunya zona penyangga ekologis yang perannya sangat vital dalam mengatur tata air kota.

“Kalau kawasan hulu seperti Sungai Wain tergerus atau dikompromikan untuk kepentingan lain, maka bukan hanya banjir yang kita hadapi, tapi juga krisis lingkungan yang lebih besar,” jelasnya.

RTH Publik Belum Memadai

Lebih lanjut, Hery mengangkat persoalan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang menurutnya belum mencapai ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam aturan tersebut, pemerintah daerah diwajibkan menyediakan minimal 30 persen RTH dari total luas wilayah, yang terdiri atas 20 persen RTH publik dan 10 persen RTH privat oleh sektor swasta.

“Pertanyaannya, apakah RTH publik kita sudah mencapai angka 20 persen itu? Dan apakah Pemkot punya data valid yang bisa diverifikasi publik?” tanyanya.

Hery mengingatkan bahwa Hutan Lindung Sungai Wain memang luas, tetapi secara kewenangan dikelola oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, bukan Pemkot Balikpapan. Oleh karena itu, ia menilai Pemkot tetap bertanggung jawab membangun dan memelihara RTH publik lain di luar kawasan tersebut.

“Tidak bisa semua dibebankan ke hutan lindung. RTH kota harus hadir di tengah pemukiman, perkantoran, dan kawasan industri. Itulah fungsi penyeimbangnya,” tegasnya.

Peran Pengembang Harus Diperkuat

Tak hanya pemerintah, Hery juga menyoroti peran penting sektor swasta dalam menyumbang RTH privat dan memastikan infrastruktur drainase di kawasan perumahan memenuhi standar.

“Setiap pengembang perumahan, hotel, atau kawasan komersial wajib menyisihkan sebagian lahannya untuk RTH dan membuat sistem drainase yang memadai. Jika ini diabaikan, maka air hujan tak bisa terserap dan akan langsung turun ke hilir,” jelasnya.

Ia menyayangkan jika saat ini masih banyak kawasan perumahan yang tidak dilengkapi kolam retensi, jalur air alami, atau bahkan menutup badan drainase dengan bangunan.

“Pemkot harus lebih aktif mengawasi. Jangan hanya melihat aspek perizinan administratif. Dampaknya terhadap lingkungan harus dikaji serius,” pungkasnya.

Dorongan untuk Evaluasi Tata Kota

Sebagai penutup, Hery menyerukan agar evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan tata ruang dan pelaksanaan di lapangan segera dilakukan. Ia berharap Pemkot Balikpapan bisa berani melakukan audit kawasan rawan banjir, sekaligus membuka data publik terkait kondisi eksisting RTH, drainase, dan kontribusi pengembang.

“Kalau mau Balikpapan tidak terus dihantui banjir, maka kita harus bekerja berbasis data dan kolaborasi lintas sektor. Tidak bisa hanya andalkan proyek fisik jangka pendek,” tuturnya.***

Penulis : Dani

Editor : Ramadani

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses