Pemkot Tegaskan Komposisi Lahan 60:40 dalam Site Plan, Pengembang Wajib Sisihkan Ruang Terbuka dan Drainase

Kepala DPMTPSP Balikpapan Hasbullah Helmi

BALIKPAPAN,Inibalikpapan.com — Pemerintah Kota Balikpapan menegaskan pentingnya penerapan aturan komposisi lahan 60:40 dalam setiap proses perizinan rencana tapak atau site plan bangunan dan kawasan permukiman. 

Aturan ini kembali menjadi sorotan dalam Forum Konsultasi Publik yang digelar oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Selasa (24/6/2025) di Ballroom Hotel Grand Senyiur Balikpapan.

Kegiatan tersebut menghadirkan narasumber dari Dinas Pertanahan dan Penataan Ruang (DPPR), Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim), serta unsur DPRD Kota Balikpapan. Forum ini diikuti para pengembang perumahan, konsultan perencana, organisasi profesi di bidang konstruksi, serta masyarakat umum yang ingin memahami lebih dalam proses perizinan bangunan.

Kepala DPMPTSP Kota Balikpapan Hasbullah Helmi, dalam paparannya menjelaskan bahwa prinsip komposisi lahan 60:40 menjadi bagian tak terpisahkan dari pengendalian tata ruang dan pembangunan yang berkelanjutan.

“Artinya, dari total lahan yang dimohonkan, maksimal hanya 60 persen yang bisa dimanfaatkan untuk fungsi bangunan, sedangkan sisanya 40 persen harus digunakan untuk ruang terbuka hijau, akses jalan lingkungan, drainase, dan area publik lainnya,” tegas Helmi.

Menurutnya, aturan ini bukan sekadar angka administratif, melainkan bentuk perlindungan terhadap lingkungan, keseimbangan ruang, dan kenyamanan hidup masyarakat kota. Terlebih lagi, kota seperti Balikpapan yang memiliki kawasan hutan lindung, kontur berbukit, dan wilayah rawan banjir, sangat bergantung pada tata kelola lahan yang disiplin.

“Kalau semua lahan dibangun penuh tanpa memperhatikan area terbuka, maka ke depan kita akan menghadapi banyak masalah: banjir, kemacetan, kualitas udara menurun, hingga degradasi ekosistem,” lanjutnya.

Helmi mengungkapkan, bahwa saat ini pihaknya masih menemukan beberapa permohonan izin set plan yang tidak sesuai dengan ketentuan tersebut. Ada pengembang yang mengusulkan desain tapak dengan rasio bangunan di atas 80 persen dari total luas lahan, tanpa alokasi ruang terbuka atau drainase memadai.

“Permohonan seperti ini langsung kami kembalikan. Kami minta dilakukan revisi dan penyesuaian. Jika tidak sesuai aturan, izin tidak akan kami proses,” tegasnya.

Aturan ini, kata Helmi, sudah selaras dengan Peraturan Daerah Kota Balikpapan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), serta merujuk pada regulasi teknis dari Kementerian PUPR dan Kementerian ATR/BPN. Artinya, penerapannya bersifat wajib dan menjadi bagian dari kebijakan nasional dalam mendukung pembangunan yang berorientasi pada keberlanjutan.

“Kami tidak ingin pembangunan hanya berfokus pada aspek ekonomi semata. Harus seimbang dengan aspek lingkungan, sosial, dan estetika kota. Inilah filosofi dari rasio 60:40,” jelasnya lagi.

Dalam forum tersebut, juga dibahas bahwa ruang terbuka yang dimaksud dalam komposisi lahan bukan sekadar taman hias atau lahan kosong, melainkan area yang berfungsi secara ekologis, seperti jalur hijau, kolam retensi, dan akses ventilasi udara antar bangunan.

Perwakilan dari DPPR Kota Balikpapan menambahkan bahwa ke depan, pengawasan terhadap pelaksanaan set plan akan diperkuat dengan pemanfaatan peta digital berbasis spasial yang dapat diakses oleh lintas instansi. Sistem ini memungkinkan verifikasi secara real-time terhadap lahan yang diajukan, termasuk peruntukan kawasan berdasarkan zonasi RTRW.

“Kami akan dorong pemanfaatan sistem digital ini, agar tidak hanya prosesnya yang transparan, tapi juga pengawasannya. Jadi ketika ada pelanggaran set plan, kami bisa deteksi sejak awal,” ujar salah satu pejabat DPPR yang hadir.

Sementara itu, perwakilan DPRD Kota Balikpapan yang turut hadir dalam forum menyatakan siap mendukung kebijakan teknis yang berpihak pada kelestarian lingkungan dan keteraturan pembangunan. Menurutnya, penting agar DPRD dilibatkan sejak awal dalam diskusi teknis. Sehingga proses legislasi atau revisi aturan berjalan lebih cepat dan efisien.

Perlu Kepastian Teknis dan Layanan Cepat

Beberapa peserta forum dari kalangan pengembang menyambut baik kebijakan ini, namun berharap ada kepastian teknis dalam proses perizinan. Mereka menyampaikan bahwa selama ini sering kali terjadi perbedaan penafsiran di lapangan. Terutama dalam perhitungan ruang terbuka dan drainase.

Menanggapi hal tersebut, Helmi menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan review terhadap SOP dan petunjuk teknis pelayanan. Serta membuka ruang konsultasi langsung bagi pemohon yang mengalami kendala teknis.

“Kami ingin semuanya jelas sejak awal. Jangan sampai pemohon bingung karena tidak ada referensi teknis yang lengkap. Oleh karena itu, forum seperti ini sangat penting untuk menyamakan pemahaman,” tutup Helmi.

Melalui forum ini, Pemkot Balikpapan berharap pelayanan rencana tapak ke depan bisa lebih transparan, akuntabel, dan efisien, tanpa mengabaikan prinsip-prinsip tata ruang yang sudah ditetapkan. Dengan kepatuhan pada aturan komposisi lahan, kota diharapkan tumbuh secara berkelanjutan, ramah lingkungan, dan nyaman untuk ditinggali.***

Editor : Ramadani

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses