Pengamat Menilai Pengadaan Chromebook Lewat LKPP Sudah Sesuai Aturan
JAKARTA, inibalikpapan.com, – Pengadaan Chromebook oleh pemerintah melalui Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dinilai sudah sesuai aturan. Prosesnya pun melewati e-katalog LKPP yang memang jadi jalur resmi dan transparan untuk belanja barang/jasa pemerintah.
Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah menegaskan, akar persoalan bukan pada kebijakannya. Sebab, setiap pengadaan lewat LKPP punya prosedur jelas dan tahapan yang mesti dilalui.
“Kalau dari sisi kebijakan sebenarnya sudah benar. Semua mekanisme prosedurnya sudah dilalui. Artinya, di situ ada tahapan-tahapan yang prosesnya telah dilalui, tahap demi tahap diikuti,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (1/10/2025).
Menurut Trubus, pengadaan Chromebook justru menjawab kebutuhan mendesak pada 2019–2022. Saat itu, pandemi COVID-19 membuat pembelajaran jarak jauh (PJJ) harus dilakukan secara masif. Chromebook kemudian hadir sebagai sarana penunjang agar pendidikan tidak mandek dan learning loss bisa ditekan.
“Chromebook itu kan alat, tapi konteksnya lebih ke infrastruktur pendidikan. Jadi memang dibutuhkan saat itu,” jelasnya.
Hingga 30 September 2025, laptop berbasis sistem operasi Chromebook masih terus diadakan sejumlah pemerintah daerah (Pemda). Data dari situs resmi Inaproc menunjukkan, Jakarta Barat membeli 2.150 unit, Jakarta Timur 1.000 unit, Malang 858 unit, Surabaya 348 unit, Medan 561 unit, Banjarmasin 498 unit, Balikpapan 475 unit, dan Bandung 150 unit. Harganya berkisar Rp5–6 jutaan per unit.
Sebagai catatan, Inaproc merupakan portal e-katalog resmi pemerintah. Sistem ini dirancang agar pengadaan lebih efisien, transparan, dan terintegrasi. Fakta bahwa Chromebook masih tersedia di katalog menunjukkan tidak ada masalah fundamental dalam kebijakan pengadaannya.
LKPP Awasi Proses dan Kualitas Barang
Trubus juga menambahkan, LKPP bukan hanya mengatur proses pengadaan, tapi juga ikut mengawasi kualitas barang.
“LKPP lembaga yang menilai sekaligus yang mengawasi terjadinya proses itu semua. Jadi dia bukan hanya mengadakan barang, tapi juga memastikan kualitasnya,” katanya.
Namun, ia mengingatkan, penyimpangan bisa saja terjadi jika ada pihak yang “bermain” di luar aturan.
“Kebijakan itu bisa saja disimpangkan. Celahnya selalu ada, tinggal moralitas dan integritas orang yang jalankan,” tegasnya.
Seperti diketahui, pengadaan Chromebook lewat LKPP selama ini berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Pendidikan maupun APBN. Untuk DAK, belanja langsung dilakukan oleh pemerintah daerah, sementara paket APBN dikelola pusat.
Menariknya, laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) di bawah Nadiem Anwar Makarim selalu mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Termasuk pada periode 2019–2022 yang kini jadi sorotan Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi Chromebook.
BACA JUGA

