SAMBOJA, Inibalikpapan.com — Ratusan petani yang tergabung dalam Komunitas Porang Borneo tengah getol mengembangkan porang. Porang adalah tanaman jenis umbi-umbian yang berpotensi ekspor karena di luar negeri menjadi bahan baku berbagai produk.

Tercatat, luas lahan tanam porang di Kaltim oleh petani yang tergabung dalam koperasi tersebut mencapai 200 hektare.

“Saat ini ada 178 petani yang tergabung dalam komunitas Porang Borneo. Kami bersiap menuju ekspor karena nilai jualnya sangat tinggi. Kami yakin komoditas ini mampu menyaingi ekspor andalan kaltim yaitu batubara dan sawit,” ujar Ketua Komunitas Porang Borneo- Encep Suwandi AM.

Encep mengatakan jalan menuju ekspor Porang sudah dibangun. Pihaknya sudah membentuk komunitas, pembentukan koperasi. Pihaknya juga akan memperluas areal pertanian menjadi 600 hektar sesuai dengan kebutuhan permintaan.

Selanjutnya menjalankan rencana pembangunan pabrik pengolahan bekerja sama dengan investor. Ia target kegiatan ekspor sudah bisa dijalankan pada tahun 2021.

“Porang ini mudah dibudidaya karena ia mudah tumbuh diberbagai jenis tanah. Di lahan hutan, tanaman porang mampu tumbuh di bawah naungan tanaman lainnya,” kata Encep.

Anggota Komunitas Porang Borneo- Temang Dwi HP mengaku mulai melirik tanaman Porang sejak Juni 2020. Ia merintis lahan seluas tujuh hektare di Salok Api Darat dan enam hektare di Lamaru Balikpapan. Luasnya lahan yang disiapkan, kata Dwi, untuk mengimbangi tingginya permintaan ekspor. Selain itu tingginya keuntungan yang akan diperoleh, juga menjadi alasan Dwi fokus bertani tanaman Porang.

“Keuntungan yang tentu saja menggiurkan. 1 hektar (produksi) bisa 80 ton. Kalau harganya anggaplah Rp10 ribu per Kg, berarti 80 ton dapat Rp800 juta, per dua tahun. Ongkos produksi sekitar Rp150 jutaan,” kata Dwi antusias.

“Perkiraan harga jual ini bukan mengada-ada. Dasarnya itu tadi, permintaan tinggi namun bahan baku terbatas. Bahkan harga porang yang diolah menjadi chip siap ekspor lebih mahal lagi dibanding harga porang segar,” ujarnya lagi.

H Jaimansyah- Ketua Koperasi Porang Borneo dan juga petani porang yang lebih dulu mengembangkannya di Balikpapan mengaku bertemu langsung dengan konsumen asal China. Ia pun ditantang untuk memproduksi Porang sebanyak 70 ton per hari. Namun bukan porang segar, melainkan yang sudah diolah dalam bentuk chip alias kering.

“Kualitas porang di Kaltim diklaim jauh lebih baik dibanding Pulau Jawa yang lebih dulu demam bertani porang. Lebih dari itu, masa panen porang di Kaltim jauh lebih cepat karena didukung cuaca yang cukup terik,” ujar Jaimansyah.

Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Balikpapan Abdul Rahman sekaligus Pembina Komunitas Porang Borneo mengatakan selama ini, Indonesia ekspor porang ke negara Jepang, China, Vietnam dan Australia. Tak heran jika petani di Kaltim mulai melirik potensi tanaman yang hanya tumbuh di hutan tropis tersebut.

“Mudah-mudahan tahun 2021 ekspor perdana porang dari Balikpapan. Rencana ekspor dari Balikpapan bukan perkara sulit karena sudah ditunjang dengan kehadiran pelabuhan laut yang melayani pelayaran langsung ke luar negeri melalui Terminal Peti Kemas Karingau,” kata Abdul.

Abdul mengatakan budidaya daya porang sesuai dengan program
Kementerian Pertanian (Kementan) dalam mendorong roda ekonomi nasional dengan menguatkan aktivitas produksi (on farm) maupun aktivitas pasca produksi (off farm) dan melipatgandakan lalu lintas ekspor pertanian menjadi tiga kali lipat melalui gerakan tiga kali ekspor (Geratieks).

“Petani porang di Kaltim sudah memiliki koperasi sehingga bisa langsung diekspor ke China karena pembeli sudah ada. Sementara harga bibit yang mulai mahal sudah ada bank yang siap. Namun harus melalui beberapa proses terlebih dahulu seperti memperhatikan siklus tanam, pembeli dan sebagainya,” ujar Abdul.

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version