BALIKPAPAN,Inibalikpapan.com — Setelah peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 tahun 2022 tentang tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat jaminan hari tua (JHT) dikeluarkah, hal ini menjadi polemik dan mendapat tanggapan di daerah. 

“Kami dari serikat pekerja pasti menolak dengan keras,” ujar Ketua KSPI Kaltim, Kornelis Wirayawan Gatu, Minggu (13/2/2022).

Kornelis menambahkan, JHT adalah iuran antaran pekerja dengan pengusaha akan tetapi pemerintah justru ikut campur dalam hal ini.

“Kenapa kemudian pemerintah mengatur seperti itu, tanpa mempertimbangkan efektivitas dan kemanfaatan dari posisi buruh,” kata Kornelis. 

Untuk itu, keputusan yang tidak memberikan perlindungan terhadap pekerja misalkan menteri membuat keputusan demikian akhirnya dicuriga jangan-jangan ada devisit dengan uang ketenagakerjaan dengan pekerja ini.

“Keputusan tersebut tanpa adanya melibatkan buruh karena menganggap bahwa Permenaker tersebut merupakan hak dari Menteri Ketenagakerjaan,” akunya.

“Kami di serikat buruh juga tidak dilibatkan karena peraturan ini kan merupakan kewenangannya di kementerian, padahal tidak demikian harusnya pemerintah jangan mengatur secara sepihak inikan iuran karyawan kemudian dikelola saja karena ini barang kan dititipkan ke BPJS Ketenagakerjaan untuk dikelola tapi kalau menteri mengatur demikian ya posisi buruh dirugikan,” jelasnya. 

Menurutnya, tugas utama yang harus dilakukan Menteri Ketenagakerjaan membereskan masalah pengusaha yang tidak melaksanakan kewajiban membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan.

“Tapi kan selama ini tidak melihat keseriusan pemerintah yang menjadi dilalaikan oleh pengusaha itu jadi masalah,” katanya.

Dikatakan Kornelis, bahwa ada dugaan anggaran iuran BPJS Ketenagakerjaan tersebut akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur.

“Kami juga menerima informasi bahwa BPJS Ketenagakerjaan memfokuskan anggaran iuran itu untuk di investasikan di pembangunan infrastruktur. Nah investasi untuk pembangunan infrastruktur terkait dengan pengembangan dana ini,” imbuhnya. 

Iuran BPJS Ketenagakerjaan merupakan gaji pekerja yang dipotong serta kewajiban pengusaha untuk membayarkan ke BPJS Ketenagakerjaan.

“Tapi melihat pengusaha masih melalaikan iuran ini. Jadi itu yang harus ditertibkan oleh pemerintah bukan menerbitkan peraturan menteri yang baru kemudian JHT diklaim setelah usia pensiun inikan ngawur,” paparnya.

Dia menilai dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan tersebut adalah pekerja tidak dapat mengontrol uang iuran BPJS Ketenagakerjaan dengan rentan waktu yang lama. Terlebih ketika pekerja di PHK sebelum masa usia pensiun.

“Artinya jadi uang tidak bertuan, kalau misalkan saya di PHK usia 30 tahun JHT baru diklaim umur 56 tahun ya ada rentan waktu panjang akhirnya kan tidak menjadi jelas arah itu uang iuran ini yang menjadi kekhawatiran,” tuturnya. 

Kornelis mendukung kebijakan sebelumnya di mana klaim BPJS Ketenagakerjaan dapat dilakukan ketika pekerja di-PHK .

“Sebenarnya sudah bagus dengan produk hukum yang lama ketika terjadi PHK dia boleh klaim secara langsung seperti yang sudah terjadi selama ini,”katanya.

Ia pun mendesak kepada Menteri Ketenagakerjaan agar segera mencabut Permenaker tersebut. Bahkan pihaknya akan melakukan aksi unjuk rasa ketika peraturan tersebut tidak segera dicabut.

“Kami nyatakan akan melakukan konsolidasi dan akan melakukan gerakan penolakan ke BPJS provinsi Kaltim. KSPI Kaltim menunggu instruksi induk organisasi pusat kami pasti akan melakukan gerakan penolakan di kantor BPJS Ketenagakerjaan Kaltim,” tutupnya. 

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version