Prabowo Kritik Budaya Hujat Pemimpin: “Kita Harus Kembali ke Adab, Hormati Jasa Jokowi”

Presiden Prabowo dalam acara peresmian Pabrik New Ethylene Project PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) di Cilegon, Banten, pada Kamis (6/11/2025). / (BPMI Setpres)

CILEGON, Inibalikpapan.com — Presiden Prabowo Subianto melontarkan kritik tajam terhadap budaya baru yang dinilainya tidak baik, yakni kebiasaan menghujat dan merendahkan para pemimpin serta mantan pemimpin negara.

Ia menegaskan pentingnya menjaga adab dan tradisi menghormati jasa para tokoh bangsa, terutama Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).

Pernyataan itu disampaikan Prabowo dalam acara peresmian Pabrik New Ethylene Project PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) di Cilegon, Banten, pada Kamis (6/11/2025).

Dalam kesempatan tersebut, ia menyayangkan absennya Jokowi, mengingat proyek strategis nasional bernilai Rp62,4 triliun itu merupakan inisiatif besar yang dimulai sejak masa pemerintahan Jokowi.

“Ini juga kenapa tadi saya ingatkan, saya minta Pak Jokowi diundang karena saya lihat kok ada mulai budaya yang tidak baik,” ujar Prabowo, dikutip dari Suara.com jaringan inibalikpapan.

“Pemimpin Disanjung Saat Berkuasa, Dicaci Saat Turun”

Prabowo menyoroti fenomena di mana masyarakat mudah menaikkan pemimpin setinggi langit ketika berkuasa, namun cepat mencari kesalahan dan menjatuhkan setelah tak lagi menjabat.

Menurutnya, budaya seperti ini mencerminkan krisis adab dan rasa hormat terhadap mereka yang telah berkontribusi bagi bangsa.

“Pemimpin dikuyu-kuyu, dicari-cari. Pada saat berkuasa disanjung-sanjung. Ini budaya apa? Ini harus kita ubah,” tegasnya.

Prabowo menambahkan, meskipun Jokowi tidak bisa hadir dan telah menghubungi dirinya secara pribadi, ia merasa perlu mengingatkan masyarakat agar tidak terjebak dalam kebiasaan mencaci dan membenci tokoh-tokoh nasional.

“Saya ingatkan generasi penerus, saya ingatkan masyarakat Indonesia, marilah kita pandai-pandai menghormati jasa-jasa semua tokoh, jasa-jasa semua pemimpin,” ucap Prabowo.

Kembali ke Akar Budaya Nusantara

Dalam pidatonya, Prabowo mengutip falsafah Jawa “mikul dhuwur mendem jero”, yang bermakna menjunjung tinggi kebaikan dan menutupi kekurangan seseorang. Ia menilai filosofi ini mencerminkan kearifan lokal yang harus kembali dijaga di tengah maraknya budaya saling menghujat di ruang publik, termasuk media sosial.

“Tradisi kita, budaya kita bangsa kita, kita punya budaya. Dalam bahasa Jawa disebut mikul dhuwur mendem jero — hal yang baik kita angkat setinggi-tingginya, kalau ada kekurangan ya kita pendam dan perbaiki. Tapi janganlah kita teruskan budaya hujat-menghujat, ejek-mengejek. Kita harus kerja keras,” tuturnya.

Pernyataan Prabowo ini menjadi pesan moral penting di tengah dinamika politik dan sosial pascapemilu, menegaskan bahwa pembangunan bangsa membutuhkan penghormatan lintas generasi dan kesinambungan kepemimpinan, bukan permusuhan atau kebencian terhadap mereka yang telah berjasa.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses