Pria di Balikpapan Jadi Pelaku Kejahatan Seksual di Internet, Korbannya Bocah Swedia

Kepolisian Daerah Kalimantan Timur (Kaltim) mengungkap kasus kejahatan seksual siber berupa grooming dan sextortion yang menimpa seorang remaja asal Swedia. Kasus ini melibatkan pria berinisial AMZ yang berdomisili di Balikpapan Timur, Kota Balikpapan. (Foto: Polda Kaltim)

BALIKPAPAN, inibalikpapan.com— Kepolisian Daerah Kalimantan Timur (Kaltim) mengungkap kasus kejahatan seksual siber berupa grooming dan sextortion yang menimpa seorang remaja asal Swedia. Kasus ini melibatkan pria berinisial AMZ yang berdomisili di Balikpapan Timur, Kota Balikpapan.

Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Yuliyanto, menjelaskan penanganan kasus ini bermula dari laporan resmi yang Subdit Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim terima melalui Divisi Hubungan Internasional Polri.

Pelapornya adalah seorang ibu asal Swedia berinisial RR. Ia kemudian melaporkan bahwa anaknya yang berusia 15 tahun menjadi korban grooming dan sextortion oleh pria yang tinggal di Balikpapan.

“Berdasarkan hasil penyelidikan, kami berhasil melacak pelaku berinisial AMZ yang tinggal di Balikpapan Timur. Ia berkomunikasi intensif dengan korban melalui berbagai platform digital. Untuk melakukan pemerasan dan pengancaman,” kata Kombes Pol Yuliyanto, dalam konferensi pers pada Rabu (16/7).

Polisi menangkap AMZ di kediamannya. Kepada polisi, pelaku mengakui seluruh perbuatannya. Polisi juga menyita sejumlah barang bukti berupa akun media sosial dan perangkat elektronik yang tersangka gunakan dalam aksinya.

Barang bukti yang polisi amankan antara lain lima akun email, satu akun WhatsApp, dua akun Instagram, satu akun Discord, dan satu akun TikTok. Selain itu, ada satu akun game Roblox, satu unit laptop, hingga dua unit ponsel Android.

Sementara itu, atas perbuatannya, AMZ mestinya terjerat dengan Pasal 45 ayat (10) juncto Pasal 27B ayat (2) huruf a UU Nomor 1 Tahun 2024. Serta Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Ia terancam hukuman penjara maksimal enam tahun dan/atau denda hingga satu miliar rupiah. Meski demikian, Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltim, AKBP Meilki Bharata, menyebut penyelesaian kasus ini lewat jalur restoratif.***

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses